DPD: IPDN Tak Layak Dipertahankan

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mendesak pemerintah untuk membubarkan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) karena sistim pendidikan ini sarat dengan kekerasan fisik hingga membawa kematian prajanya. Selain itu, juga bertentangan dengan UU No. 20/2004 tentang Sisdiknas.

”Setelah PAH III DPD RI melakukan kajian dengan melibatkan berbagai pakar dan ahli pendidikan dan terjun langsung ke kampus IPDN di Jatinangor, ternyata IPDN memang tidak layak dipertahankan, " ujar Jubir PAH III DPD RI Faisal Mahmud di Gedung DPD, Jakarta, Jum’at (15/6).

Oleh karena itu pemerintah harus sesegera mungkin menutup IPDN. "DPD mendesak pemerintah untuk membubarkan IPDN. Sementara praja IPDN yang sekarang harus diberi kesempatan untuk menyelesaikan masa belajarnya, ” ujar Faisal.

Menurutnya, bagi pemerintah daerah yang selama ini merekrut alumni IPDN, ke depannyadapat merekrut putra-putra terbaik dari daerah sesuai dengan keahlian dan kemampuannya.

”Ke depan, Pemda sejalan dengan otonomi daerah sebaiknya merekrut sarjana kedinasan di daerah masing-masing, ” saran Faisal Mahmud lagi.

Sementara itu Ketua Tim Evaluasi IPDN Ryaas Rasyid menyatakan, Presiden SBY akan menentukan tiga opsi yang diberikan tim evaluasi untuk pembenahan IPDN akhir bulan Juni mendatang. "Paling lambat awal bulan Juli, "kata Ryaas.

Menurut Ryaas, timnya diberi waktu dua hari untuk menyelesaikan langkah-langkah kerja dan kebijakan yang perlu dilakukan untuk kemudian dibahas menjadi Keputusan Presiden.

"Kami diberi tugas untuk mengkongkretkan realisasi kebijakan yang merupakan kombinasi dan modifikasi dari tiga opsi yang pernah tim sampaikan. Kami diminta menyiapkan bahan dasarnya sampai pada penjadwalan, budgeting yang dibutuhkan dalam rangka pengambilan keputusan. "

Anggota Komisi II DPR itu menambahkan, akan ada bagian sistem pendidikan yang dihilangkan, rekruitmennya akan diperbaiki, itu kecenderungan yang tadi dibahas, meski belum diputuskan.

"Kalau sistem ini diterapkan tidak akan ada kekerasan lagi di IPDN, karena 90 persen kegiatan praja adalah akademis, sehingga waktu habis untuk kegiatan akademis, sementara 10 persen adalah untuk pelatihan fisik yang selektif, ” harapnya. (dina)