Keberadaan pengguna paspor hijau menyisakan permasalahan pada penyelenggaraan haji tahun 2007 lalu, namun KBIH sering kali nekat memberangkatkan jamaah haji menggunakan paspor hijau, padahal hal itu akan menimbulkan masalah. Dewan Perwakilan Daerah RI meminta pemerintah memperbaiki sistem penyelenggaraan haji terkait pedoman penggunaan paspor yang tercantum dalam UU No.17 tahun 1999 tentang penyelenggaraan ibadah haji.
"Dalam UU NO. 17/1999 telah ditetapkan bahwa paspor hijau memungkinkan digunakan, yang penting adalah tidak bertentangan dengan visa yang keluarkan oleh Kedubes, selama pihak kedubes memperbolehkan mengeluarkannya, itu bisa dikombinasi dengan keinginan Departemen Agama, "jelas Wakil Ketua PAH III DPDRI Faisal Mahmud di sela-sela Rapat Dengar Pendapat dengan Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI), di Ruang GBHN, DPD RI, Jakarta, Senin(4/1).
Menurutnya, pemerintah harus mengeluarkan aturan yang tegas mengenai pelarangan penguna paspor hijau untuk berhaji.
Faisal menilai, selain menimbulkan kebanggaan tersendiri bagi pengguna paspor hijau, paspor yang berlaku selama lima tahun itu dengan sistem online dapat mendeteksi lebih akurat seseorang yang pernah beribadah haji tahun sebelum, dan akan berangkat haji lagi lebih mudah terlacak, sehingga tidak membebani jumlah kuota yang telah ditetapkan.
"Jadi ketahuan siapa yang sudah pernah haji tahun sebelumnya, akan berhaji lagi tahun berikutnya akan ketahuan. Kalau paspor coklat selama ini, orang yang sudah berhaji sampai tujuh kali, lima kali tidak diketahui, padahal ada paspor loh. Ini salah satu sistem yang perlu dikelola, "imbuhnya.
Dalam penyelenggaraan haji 1428H, sebanyak 1. 912 paspor hijau milik warga negara Indonesia (WNI) ditahan Pemerintah Arab Saudi. Maraknya pemakaian paspor hijau ini karena animo masyarakat Indonesia untuk berhaji setiap tahunnya meningkat.
Sementara itu, Dewan Penasehat AMPHURI Asrul Aziz Taba menilai, kebijakan penambahan kuota dalam penyelenggaraan haji tahun 2007 bukan cara terbaik untuk mengatasi amino masyarakat berhaji, sebab jatah kuota itu telah habis dibagikan kepada propinsi yang memiliki daftar tunggu yang hingga mencapai lima tahun ke depan.
"Tambahan kuota bisa mengakibatkan semakin panjangnya antrian jamaah haji, kebijakan ini sangat tidak populer, karena berpeluang terjad perebutan kuota, dan ini sulit terdeteksi, "ungkapnya.(novel)