Dosen FHUI: Rancangan KUHP Yang Akan Rampung Ancam Hak-Hak Sipil

palu-hakimEramuslim.com – Dosen Fakultas Hukum UI, Ahmad Sofyan menilai Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang diprediksi bakal rampung akhir 2016 banyak mengandung pelemahan hukum di dalamnya.

“Rancangan KUHP yang saat ini dibahas berpotensi memanipulasi aturan pidana yang telah diatur dalam UU-nya sendiri,” katanya.

Ia mencontohkan pasal tentang tindak pidana perdagangan orang yang diatur dalam pasal 555-570 Rancangan KUHP. Pasal itu dinilainya melemahkan UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang karena menerapkan hukuman yang sama kepada pejabat negara dengan orang pribadi.

Jika mengacu pada UU 21/2007, maka pejabat negara yang melakukan perdagangan orang hukumannya ditambah sepertiga hukuman yang dijatuhkan hakim. Apabila korbannya anak-anak maka hukumannya ditambah lagi sepertiga.

“Kedua delik itu tidak dimasukkan dan dihilangkan dalam RUU KUHP, ancamannya malah seperti kepada orang biasa,” katanya.

Dengan demikian, kata Ahmad Sofyan, RUU KUHP justru memanipulasi UU yang sudah baik, UU yang diperkuat dengan ratifikasi protokol Palermo 2009.

“Ini memanipulasi UU yang sudah sesuai dengan standar internasional,” kata Direktur End Child Pornography and Trafficking (ECPAT) Indonesia itu.

Selanjutnya pasal mengenai penghinaan. Dia menilai seharusnya tindak pidana penghinaan menunggu akibat dari efek yang ditimbulkan sebelum dipidana.

“Tapi dalam RUU KUHP ini, siapa pun yang menghina, tanpa menunggu akibatnya, bisa dipidana. Seharusnya menunggu apakah akibat dihina dikucilkan atau jadi miskin atau hal lainnya. Jika tidak, maka ini hanya akan jadi pasal karet,” tuturnya.

Hal senada diungkapkan peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Andi Muttaqien yang menyatakan Rancangan KUHP yang saat ini tengah dibahas bisa berefek lebih kejam dibanding UU yang ada saat ini.

Dia menilai Rancangan KUHP itu selain menampung seluruh tindak pidana yang telah ditetapkan di Indonesia, juga memasukkan jenis-jenis pidana baru.

“Ada delik yang diperluas sehingga mengancam hak-hak sipil. Sedikitnya ada 26 ketentuan yang penting dicermati pemerintah bersama DPR,” kata Andi.(ts/pm)