Dari sejumlah keluarga korban yang dia datangi, didapat cerita bahwa awalnya para korban baik-baik saja dan sehat. Tapi para korban mengeluh hal yang sama sebelum meninggal.
“Kurang lebih keluhannya sama. Satu hari setelah pemilu ada yang sakit kepala, mual-mual, muntah-muntah, dua hari kemudian meninggal. Katanya kecapekan. Kemudian ada yang sakit perut, masuk kamar mandi, masuk kamar tidur, lalu meninggal,” katanya.
Beberapa korban tidak sempat dibawa ke rumah sakit. Tapi ada juga yang sempat dibawa ke rumah sakit dengan keluhan sakit perut, mual-mual, sempat masuk ICU, masuk ruang perawatan biasa, kemudian kembali lagi ke ICU kemudian meninggal.
Karena itu, Ani Hasibuan tidak sepakat bahwa faktor kelelahan bisa membuat orang meninggal dunia. Dia mempertanyakan sikap KPU yang tiba-tiba menyampaikan bahwa kematian para petugas KPPS karena kelelahan.
“Hari ini di Indonesia 500 orang meninggal orang diam saja, saya mau tahu karena saya ini dokter. Tiba-tiba KPU jadi dokter forensik, menyebutkan COD kelelahan, mana bukti pemeriksaannya. Buktikan dong. Ini 500 orang, satu nyawa saja dalam agama saya, membunuh tanpa alasan sama saja membunuh satu dunia,” katanya.
Sebagai dokter dan sebagai rakyat, Ani sangat ingin permasalahan ini diperiksa lebih dalam. Dia mengisahkan, bagaimana korban di Jogja yang meninggalkan empat orang anak dan istrinya yang tidak bekerja.
“Lalu ini mau diapakan oleh negara. Ini dampaknya ke sana-sana,” katanya.
Dia juga mempertanyakan unsur kelalaian dalam proses rekrutmen maupun proses lain yang menyebabkan banyak anggota KPPS meninggal.
“Sudah tahu beban kerjanya banyak, tapi orangnya tidak disiapkan. Banyak orang berusia 60 tahun masih diterima juga,” ujar Ani.
[vv]