Pernyataan tersebut juga menyebutkan bahwa jika dilihat dari keseluruhan portofolio produk-produk mereka berdasarkan total penjualan global, kurang dari 30 persen tidak memenuhi standar “kesehatan” eksternal yang ketat. Produk-produk tersebut didominasi produk indulgent (memanjakan), seperti cokelat dan es krim, yang bisa dikonsumsi dalam jumlah yang cukup sebagai bagian dari pola makan sehat, seimbang, dan menyenangkan.
Lebih lanjut, PT Nestle Indonesia menyatakan bahwa produk yang mreka produksi dan distribusikan sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-udangan yang berlaku di Indonesia,termasuk persyaratan gizi, kualitas dan keamanan dari BPOM, serta peraturan Halal.
“Kami menambahkan bahan-bahan seperti serealia utuh, protein, serat dan mikronutrien (zat gizi mikro) serta mengurangi gula, garam, lemak jenuh dan kalori pada produk-produk kami yang ada saat ini,” lanjut pernyataan itu.
Sementara itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI yang bertugas untuk menyaring produk bagi masyarakat, menjelaskan bahwa klaim tersebut tidak berkaitan dengan keamanan dan mutu pangan.
“Itu berkaitan dengan pencantuman kandungan gizi produk, khususnya kandungan Gula, Garam, dan Lemak (GGL) sebagai salah satu faktor risiko penyebab Penyakit Tidak Menular (PTM) jika dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan,” tulis laporan BPOM, dalam keterangannya.
Ada pun informasi kandungan GGL merupakan bagian dari pencantuman Informasi Nilai Gizi (ING), yang diberlakukan wajib melalui Peraturan Badan POM. Berkaitan dengan rating yang diberikan oleh tim kesehatan di Australia, BPOM menilai itu menjadi persyaratan yang berbeda di tiap negara.
“Model pencantuman ‘Health Star Rating’ dengan persyaratan kandungan gizi tertentu dan menggunakan peringkat dari bintang setengah sampai dengan lima diterapkan di Australia dan New Zealand,” tegas BPOM.[viva]