Eramuslim – Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ikhsan Abdullah menyatakan, fatwa MUI soal pemimpin yang ingkar janji bukan dalam konteks janji-janji saat kampaye, melainkan yang dituangkan secara tertulis.
“Jadi saya kira dalam kampanye bukan kategori ingkar janji. Yang dikategorikan ingkar janji, apabila janji yang dituangkan dalam perjanjian antara pihak-pihak itu yang disebut ingkar janji atau disebut wanprestasi dalam hukum,” kata Ikhsan saat dihubungi, Kamis (8/11/2018).
Ikhsan menjelaskan, fatwa yang dilahirkan pada tahun 2015 lalu itu benar, kalau pemimpin ingkar janji jangan dipilih.
“Tetapi tadi yang dimaksud ingkar janji yang mana babnya. Misalnya ada orang yang ingin memberikan bantuan ke pondok pesantren satu milliar pada bulan ini tahun ini ternyata tidak diberikan itu ingkar janji, tetapi kalau kampanye susah dong bagaimanapun semua kandidat menyampaikan niatannya, itu bukan janji bukan ingkar janji kalau dilaksanakan nah bedakan,” kata dia.
Ia menilai hal yang wajar jika ada sejumlah program Presiden Jokowi yang belum terlaksana, karena Indonesia begitu besar. Maka, kata dia, rakyat juga harus bersabar dan berikan waktu kepada pemerintah.
“Saya kira ini ikhtiar bangsa kita juga, tetapi kalau diberikan waktu lagi tidak bisa dilaksanakan ya harus digantikan begitu. Jadi perspektifnya begitu bukan kita menagih janji beliau sedang mengerjakan ini juga tidak adil,” ujarnya.