Kemandirian umat Islam di Indonesia sangat tergantung dari para pemimpinnya, berdasarkan pengalaman negara Islam didunia, pada umumnya pemimpin umat itu tidak menjadikan negara itu sebagai kas mereka, sehingga umat terbiasa untuk bekerja keras dalam meningkat kesejahteraan dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian diungkapkan Dirjen Bimas Islam Depag Nasarudin Umar dalam talk show, di Istora Senayan, Jakarta, Senin sore.
Ia mencontohkan, pengalaman negara Turki misalnya ada kecenderungan setiap masjidnya memiliki supermarket untuk memenuhi kebutuhan umat Islam memperoleh makanan dan produk halal lainnnya. Dan ternyata umat mereka mampu membantu mensejahterakan pemimpinnya.
"Tidak ada kemandirian umat kalau pemimpinan umatnya masih tergantung dengan pemerintahannya, mohon maaf seperti di Indonesia, MUI itu saja kasnya sebagian besar dari pemerintah, belum lagi tokoh-tokoh ormas yang masih tangannya kepada pemerintah. Jadi Tidak ada kemandirian umat tanpa, kemandirian pemimpin umat, "katanya.
Nasarudin mengatakan, kemandirian umat ini sebenarnya telah diajarkan sejak zaman Rasulullah, namun kebiasaan ini belum melekat erat pada umat Islam yang masih serba ketergantungan.
Karena itu, lanjutnya, kebiasaan menanamkan kemandirian umat ini harus terus dilanjutkan, dan menjadi peran para ulama melalui jalan dakwah.
Namun, Ia mengatakan, fenomena yang terjadi justru sangat lebih memprihatinkan, di mana para ulama yang seharusnya dapat memberikan pencerahan di daerah-daerah terpencil karena tuntutan ekonomi harus meninggalkan tugasnya keulamaannya, demi mendapatkan kehidupan yang layak.
Nasarudin menambahkan, berbeda dengan di Iran dan di Brunei Darussalam, para ulama mereka hanya bertugas berdakwah dan menulis buku, sedangkan untuk membiayai kehidupan ekonomi keluarganya ditanggung oleh program khusus pemerintah melalui dana yang diperoleh dari masyarakat.
"Untuk bangsa Indonesia memang serba tanggung, kalau mau dibiayai, pemerintah tidak mempunyai kekuatan untuk mendanainya, "imbuhnya.(novel)