Eramuslim.com – Direktur Puspol Indonesia dan Pengamat Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun melihat ada kepanikan dari Lingkaran Istana terkait keinginan pemerintah melalui menghidupkan kembali pasal tentang penghinaan kepada presiden.
” Tiga bulan terakhir ini Jokowi mulai Paranoid, sejak janji-janji politiknya digugat banyak kalangan, sejak kesalahan kesalahan administrasi pengelolaan pemerintahan sering terjadi, sejak Rupiah makin terpuruk, sejak memudarnya popularitas, sejak hilangnya chemistry dengan wapres, sejak mulainya pendukung Jokowi menggugat,” kata Ubedillah melalui pesan singkat, Senin (3/08/2015).
Lebih lanjut, Ubedilah mengatakan, ketakutan tersebut nampaknya menjadikan rezim penguasa mulai berusaha untuk mencari cara meredam kelompok yang mengktitik dan melawan kebijakan Presiden dan Wakil Presiden.
“Nah memasukan pasal karet tentang penghinaan pada presiden adalah cara yang oleh lingkaran istana dianggap masih penting untuk meredam dan mengakhiri kritik,” tambah Ubedilah.
Bahkan, Ubedilah menduga, pasal penghinaan tersebut bertujuan untuk mengamankan lingkar istana dari serangan-serangan luar pemerintahan.
“Saya mencermatinya jika sengaja berarti Jokowi terus memanfaatkan dukungan pendukungnya untuk membuat kebijakan diktator tersebut,” tutur Ubedilah.
Sekadar diketahui, pemerintah akan kembali menghidupkan Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP tentang Penghinaan Presiden. Pemerintah melalui kemenkumham akan memasukkan ketiga pasal itu dalam RUU KUHP yang akan dibahas DPR pasca masa reses 13 Agustus mendatang.
Aturan tersebut berbunyi, “Setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.”
Selain itu, aturan lain juga memuat pasal yang berisi, “Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.”(rz/rimanews)