Eramuslim.com – Bulan Ramadhan tinggal hitungan hari, dimana seluruh umat Islam seluruh dunia akan memasuki bulan puasa selama satu bulan kedepan, sebuah perjalanan spiritual agama yang seharusnya membawa manusia semakin dekat pada penciptaNYA. Namun situasi ramadhan ini malah membuat kaum ibu berkeluh kesah, kuatir dan resah atas naiknya harga harga bahan pangan dipasar yang semakin tidak terkendali. Publik harus disuguhi kenaikan harga seperti ini setiap tahun, entah mengapa pemerintah tidak pernah mampu menjawab kondisi ini dengan sebuah jawaban yang pasti. Mestinya pemerintah sudah harus punya jawaban dengan langkah strategis dan taktis untuk menahan kenaikan harga supaya tidak terjadi menjelang puasa seperti ini. Bagaimana rakyat mau khusuk ibadahnya jika setiap hari harus resah dengan kenaikan harga?
Parahnya saat ini, pemerintah seperti tidak mampu melakukan apa apa untuk menahan kenaikan harga yang tidak terkendali yang mencapai kenaikan cukup tinggi bahkan ada yang mencapai 47% dari harga sebelumnya. Kementrian perdagangan entah sedang melakukan apa tidak jelas, kementrian pertanian entah kerja apa juga kita tidak paham. Semua seperti pasrah dan bahkan memberikan kesempatan kepada para oligarki untuk mengimport bahan pangan secara besar besaran termasuk mengimport bawang merah ribuan ton, padahal di gudang Bulog kabarnya sedang banyak bawang hingga membusuk.
Sesat pikir yang luar biasa, karena masalah kenaikan harga pangan ini bukan masalah ketiadaan stok pangan akan tetapi adalah permainan para oligarki, para mafia pangan, jadi yang harus ditangani adalah oligarki mafia pangan. Apakah ada upaya pemerintah menangani para oligarki mafia pangan ini? Sepertinya tidak, bahkan pemerintah melayani mereka dengan memberikan ijin import pangan. Ironi bagi bangsa.
Perintah Presiden Jokowi kepada mentrinya yang harus mampu membuat harga daging sapi 80 rb/kg malah dijawab candaan para pedagang daging sapi dipasar sambil berkata : “Beli saja dagingnya sama Jokowi”. Sungguh ini entah perintah serius atau hanya sebuah diplomasi penguasa kepada rakyatnya, meski tidak tau caranya menurunkan harga tersebut yang penting setidaknya pendengaran rakyat disenangkan sesaat. Inilah diplomasi bawang busuk dari pemerintah. Bawang busuk itu masih mengeluarkan aroma pedas dimata tapi sudah tidak bisa diolah jadi bumbu masak. Begitulah kami memaknai perintah presiden tersebut, maka itu kami sebut diplomasi bawang busuk.
Kenaikan harga ini mungkin akan semakin tidak terkendali mengingat harga minyak dunia mulai naik perlahan mendekati USD 50 / barel dimana bulan Juli nanti saat menjelang lebaran harus ada evaluasi harga minyak / BBM. Semoga harapan kami pada saat bulan April lalu yang meminta pemerintah hanya menurunkan harga BBM sebesar Rp.500/liter agar tidak menaikkan harga BBM Juli nanti benar benar terwujud.(Ferdinand Hutahean/repelita)