Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) akhirnya menjatuhkan vonis 7 tahun penjara pada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri dalam kasus dugaan korupsi dana non-budgeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Selain vonis 7 tahun penjara, Rokhmin Dahuri juga diharuskan membayar denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.
"Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dakwaan kesatu pertama, " tegas Anggota Majelis Hakim Andi Bakhtiar, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (23/7).
Dalam persidangan yang dipimpin oleh Hakim Ketua Mansyurdin Chaniago itu, Rokhmin Dahuri dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dana non-budgeter DKP, di mana tindak korupsi ini telah merugikan negara sebesar Rp 14, 6 milyar.
Selain itu, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu juga terbukti melanggar pasal 11 UU No. 31/1999 yang diubah menjadi UU No. 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, karena sesuai pasal ini Rokhmin dianggap menerima hadiah pada saat menjabat sebagai menteri.
Seperti diketahui, vonis hakim ini lebih berat dari tuntutan jaksa sebelumnya, yakni 6 tahun penjara dan denda 200 rupiah juta dengan subsider hanya 4 bulan kurungan. Menanggapi putusan majelis hakim Tipikor, Rokhmin menyatakan banding atas vonis tersebut.
Sesudah putusan dibacakan, para pendukung Rokhmin tidak terima dan menghancurkan pagar pembatas di ruangan sidang. Mereka menuduh KPK telah melakukan kezaliman, dan menganggap beberapa hakim telah disuap.
Sementara itu, seorang anak Rokhmin pingsan setelah dibacakan putusan hakim. Sedangkan isteri Rokhmin, Pigoselfi Anas terlihat menangis.
Setelah beberapa saat pembacaan putusan, para pendukung Rokhmin yang merupakan Gabungan Nelayan Nusantara langsung menuju ke Istana untuk menyampaikan surat terbuka. Di mana dalam surat terbuka itu mereka menganggap, Rokhmin telah menjadi tumbal sekaligus korban bagi penegakan keadilan dan sistem negara ini.
Rokhmin dalam surat terbuka itu meminta pemerintah agar menjamin pemberantasan korupsi tidak diskriminatif dan tidak salah arah. Dan Presiden juga harus bertanggung jawab agar keadilan menjadi azas hukum, bukan kezaliman politik yang menjadi panglimanya.
Beberapa tokoh nasional ikut hadir dalam sidang vonis tersangka korupsi dana non-budgeter DKP. Di antaranya Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Solahudin Wahid, mantan Menkeu Fuad Bawazier, seniman WS Rendra, serta Presiden PKS Tifatul Sembiring.
Di tengah-tengah sidang vonis mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri sempat mengatakan tidak kuat mengikuti sidang karena sakit, namun majelis hakim tidak memperkenankan dia meninggalkan persidangan.(novel)