Meskipun Majelis Ulama Indonesia sudah mengeluarkan kritikan terhadap isi program televisi pada paruh pertama bulan Ramadhan, yang dinilai masih jauh dengan nilai-nilai syiar Islam. Namun hingga Ramadhan akan berakhir, tayangan-tayangan semacam itu masih
tampak di layar kaca.
Karena itu, Televisi diminta tidak menayangkan tayangan Ramadhan yang berbau porno, mistik, dan kekerasan, yang menyimpang syiar Islam. Imbauan itu kembali disuarakan pada pertengahan Ramadan 2007 oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
"Soal ini selalu muncul setiap tahun, ini sudah disuarakan untuk kesekian kalinya, juga sejak bertahun-tahun lalu, " ujar Wakil Ketua MUI Din Syamsuddin di sela-sela Dialog MUI dengan DPR, di Hotel Sari Pan Pasific, Jakarta, Kamis(4/10)malam.
Din merasa kecewa karena untuk mencegah hal ini, MUI hanya bisa memberi imbauan moral saja, karena untuk perubahannya atau menjatuhkan merupakan kewenangan pemerintah dan aparat penegak hukum.
Ia berharap dengan adanya pemantauan yang dilakukan pada paruh pertama bulan Ramadhan 1428 Hijriah terhadap stasiun televisi swasta, akan ada kesadaran dari berbagai pihak untuk menjaga akhlak dan moral bangsa.
Terkait dengan hasil laporan MUI kepada KPI tentang isi dan muatan tayangan televisi selama bulan Ramadhan, dalam event acara bukan puasa hari ini (Jum’at, 5/10) KPI berencana untuk mengumpulkan seluruh pengelola stasiun televisi, dan pengelola rumah produksi (production house) untuk menyampaikan bentuk pelanggaran yang telah dilakukan selama bulan Ramadhan. (novel)