Difitnah Seumur Hidup, Ustadz Abu Bakar Ba'asyir Bersikap Tenang

Babak baru kasus Ustadz Abu Bakar Ba’asyir semakin memanas. Kiprahnya yang tidak mau menyalahi aturan Islam dan menegakkan kalimatullah harus berhadapan dengan fitnah (ujian) berupa tuntutan penjara maksimal.

Jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin (9/5) menuntut amir Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) itu dengan kurungan badan seumur hidup. Banyak pertimbangan yang memberatkan takan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan, merencanakan, dan atau menggerakkan orang lain untuk mengumpulkan dana dalam upaya tindak pidana terorisme,’’ kata Ketua JPU Andi M. Taufik dalam sidang.

Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dijerat pasal 14 jo pasal 11 UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. JPU mengungkapkan, hal yang meringankan Ba’asyir hanya satu. Yakni, dia sudah berusia lanjut.

Hal yang memberatkan, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dianggap tidak mendukung upaya pemerintah memberantas terorisme serta mengganggu stabilitas negara. Selain itu, sebagai pemuka agama, dia tidak menunjukkan panutan yang baik.

’’Yang memberatkan lainnya, terdakwa sebelumnya pernah dihukum,’’ ungkap Andi.

JPU menilai, pelatihan militer alias i’dad yang dilaksanakan di Bukit Janto, Aceh Besar, termasuk pidana terorisme. Dasarnya adalah putusan majelis hakim bagi para terdakwa terorisme lain di pengadilan terpisah. Salah satunya adalah Ubaid alias Lutfi Haidaroh yang divonis sepuluh tahun penjara di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat.

JPU menuding Ustadz Abu Bakar Ba’asyir merencanakan atau menggerakkan dan menghasut orang lain untuk sengaja menyediakan atau mengumpulkan dana untuk i’dad. Hal itu berdasar kesaksian Haryadi Usman dan Syarif Usman, dua orang yang ditemui Ba’asyir untuk meminta sumbangan dana jihad.

’’Terdakwa menemui Haryadi di Rumah Makan Abunawas untuk meminta donasi dana jihad,’’ ungkap JPU.

Haryadi memberikan Rp 150 juta dan dr Syarif Usman Rp 200 juta. Ustadz Abu Bakar Ba’asyir juga memberikan Rp 5 juta, Rp 120 juta, serta USD 5.000 untuk survei persiapan pelatihan militer di Aceh itu.

Menanggapi tuntutan tersebut, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir menyatakan bahwa hal itu merupakan konsekuensi perjuangan.

’’Negara thoghut memang begini. Yang penting saya memperjuangkan Islam,’’ tegasnya sebelum memasuki kendaraan tahanan yang membawanya ke Rutan Bareskrim Mabes Polri.

Di bagian lain, Achmad Michdan sebagai pengacara Ustadz Abu Bakar Ba’asyir menyatakan kecewa atas tuntutan jaksa. Menurut dia, tidak sepantasnya tuntutan seumur hidup diajukan untuk kliennya. Sebab, perbuatan menghasut atau menggerakkan orang sejatinya bukan pidana berat sampai harus dituntut kurungan maksimal.

’’JPU juga tidak konsisten. Awalnya dakwaannya sampai tujuh lapis. Sekarang cuma dua. Padahal keterangan di BAP kan dari saksi-saksi yang juga dihadirkan dalam sidang. Artinya, ada kesan saksi terpaksa memberikan keterangan di BAP,’’ ungkapnya.

Michdan juga membantah kliennya mengumpulkan dana untuk pelatihan militer. Dia menegaskan bahwa dana tersebut disalurkan ke Palestina via lembaga gawat darurat MER-C (Medical Emergency Rescue Committee).

Selain itu, Michdan juga menampik anggapan bahwa duit USD 5.000 tersebut berasal dari Ba’asyir. Duit sebesar itu, kata dia, tidak terkonfirmasi ke Ba’asyir. Kliennya menyanggah jumlahnya sebesar itu. ’’Kalau tidak salah cuma Rp 5 juta,’’ ujarnya. (pz/padtoday/jp)