Ketua Komisi IV DPR Yusuf Faishal menduga adanya konspirasi internasional untuk mengacaukan pasar beras di Indonesia. Konspirasi tersebut dimungkinkan lantaran adanya keinginan luar negeri yang tidak dijalankan atau ada perjanjian yang tidak dipatuhi.
‘’Belakangan ini, pemerintah Indonesia sudah memutuskan hubungan IMF dan CGI. Jadi saya melihat ada skenario untuk mengacaukan pasar beras di Indonesia. Hal ini ditunggangi untuk kepentingan politik global dan politik dagang, ’’ kata Yusuf Faishal kepada wartawan di Gedung DPR/MPR, Jumat (16/2).
Dijelaskannya, pemerintah Indonesia sebaiknya mengantisipasi adanya konspirasi internasional tersebut. ‘’Artinya kalau memang pemerintah ingin impor beras maka harus diproyeksikan sejak jauh-jauh hari dengan melakukan deal G to G (governement to government), ’’ jelasnya.
Menurutnya, dalam masalah beras ini Presiden SBY bisa membaca soal kegagalan dalam operasi pasar. ‘’Masalah meledaknya harga beras secara sporadis di pasar, jangan dianggap sebelah mata, ’’ jelasnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) Henry Saragih menilai kebijakan impor beras adalah bentuk penghinaan kepada kaum petani, karena dalam situasi bencana jumlah penduduk dan konsumsi beras adalah tetap sama secara nasional.
"Hanya pada beberapa wilayah seperti Jakarta saja yang terkesan menyerap banyak untuk stok di rumah tangga ataupun bantuan bencana, sehingga terkesan stok beras mengalami penurunan drastis, " tegasnya.
Ia mengatakan, kebijakan pemerintah dalam memutuskan impor beras dengan alasan bencana, harga beras yang melonjak, maupun stok beras yang ada di pemerintah, menunjukkan kepanikan, mengada-ada dan melampaui batas kewajaran.
"Beras sebenarnya tersedia di pasar, terutama di pedagang. Belum lagi jika melihat stok gabah yang akan segera panen, " imbuh dia. (dina)