Hingga kini, Ciliang mengaku tidak berkomunikasi dengan pihak keluarga Nam, karena dia mengaku tidak mengetahui bagaimana harus menjalin komunikasinya. Sedangkan untuk flyer sayembara tersebut, dia mengetahuinya dari rekan-rekan sesama nelayan di Lampung.
Ciliang bersama Nandar memastikan dirinya belum menerima hadiah sayembara Rp750 juta itu. Lantaran, mereka tidak tahu harus bagaimana dan mengadu ke siapa untuk meminta kepastiannya.
“Kami tidak pernah menghubungi (keluarga). Saya juga berfikir dari mana saya dapat uang itu. Saya belum tahu nomor kontak (keluarga) nya,” jelasnya.
Seiring berjalannya waktu, banyak nelayan yang menganggap Ciliang dan Nandar telah menerima uang hadiah tersebut. Bahkan ada yang mencurigai keduanya ‘memakan’ hadiah ratusan juta itu. Sehingga keduanya di musuhi oleh rekan-rekan nelayan. Akibat hal itu, Ciliang dan Nandar harus keluar dari perkampungannya.
Di mana, saat berupaya mengevakuasi jenazah yang mengapung di atas laut itu, Ciliang dan Nandar dibantu oleh rekan-rekan sesama nelayan lainnya. Sehingga dia meyakini, jika mendapatkan hadiah sayembara itu, akan dibagi kepada nelayan lainnya yang membantu dia dan Nandar.
“Saya merasa tertipu, di Bengkunat (Lampung) itu merasa dikucilkan, karena dianggap membohongi nelayan yang lain. Sampai saat ini saya belum nerima duit (hadiah sayembara). yang ikut evakuasi banyak, mungkin ada sekitar 15-20 an nelayan. Kami memang di laut kompakan. Saya memang yang pertama menemukan, bersama pak Nandar. Saya tinggal di Tangerang, menumpang di kerabat sementara ini,” terangnya.(*glr)