Sebuah gedung bakal Gereja Batak Karo Protestan di Jalan Kawaluyaan Nomor 10, Kecamatan Buah Batu, Bandung, disegel warga setempat, Ahad, 29 Juli 2012. Warga menganggap bangunan lokasi proyek pembangunan gereja tiga lantai tersebut sering digunakan untuk melakukan kegiatan ibadah dan kegerejaan tanpa izin.
Pantauan Tempo, pintu utama gereja disegel warga dengan cara digembok menggunakan satu kunci gembok warna perak. Sementara, di bagian atas pintu, warga memasang spanduk berwarna hijau berbunyi: “Kami warga masyarakat RW 06 menolak keras. Tidak mengizinkan apapun alasannya Gedung Serba Guna di Jalan Kawaluyaan Nomor 10 digunakan kegiatan kebaktian/keagamaan.”
Koordinator pengunjuk rasa, Amin Safari, mengatakan, kegiatan keagamaan di bangunan yang juga berisi lapangan badminton tersebut acap dilakukan umat Gereja Batak Karo Protestan sejak 2007. Sejak itu pula, kata Ketua Dewan Kemakmuran Masjid Sabilul Huda ini, kegiatan jemaat kristiani tersebut diprotes warga RW 05.
Buntut protes warga tersebut, kata Amin, dibuatlah kesepakatan tanggal 11 Januari 2011 antara pengurus jemaat Gereja Batak Karo dan warga di hadapan aparat musyawarah pimpinan kecamatan. Isi kesepakatan itu, pihak jemaat Batak, yang antara lain diwakili Ringkas Sembiring, sepakat gedung tersebut tak akan pernah digunakan untuk kegiatan ibadah.
Namun, kata Amin, secara sembunyi-sembunyi, gedung tersebut masih digunakan ibadah secara terselubung. “Hari Minggu lalu, mereka melakukan kegiatan ibadah, makanya bangunannya kami gembok,” ujar Amin.
Amin mengakui, proyek pembangunan gereja di Jalan Kawaluyaan 10 itu kini sudah mengantongi perizinan sah berupa izin mendirikan bangunan dari Pemerintah Kota Bandung. Namun, ia menduga izin tersebut terbit setelah pihak Gereja Batak Karo memanipulasi persetujuan warga. “Padahal, mayoritas warga tetap menolak adanya kegiatan gereja di situ,” katanya.
Sekretaris Panitia Proyek Pembangunan Gereja Batak Karo Davin Ginting membenarkan pihaknya sempat meneken kesepakatan dengan warga yang berisi janji tak melakukan kegiatan kebaktian hari Minggu di gedung tersebut. Namun, kata dia, perjanjian dalam nota tersebut hanya berlaku sepanjang rekomendasi izin penggunaan gedung untuk kebaktian belum terbit.
“Sejak tanggal 20 Juni, kami sudah punya surat izin mendirikan bangunan dari Pemerintah Kota Bandung,” katanya. IMB gedung itu, kata dia, dikeluarkan setelah ada persetujuan warga, kelurahan, hingga izin Wali Kota Bandung. “Artinya, legalitas kami sudah lengkap. Dan kesepakatan 11 Januari 2011 sekarang sudah tidak berlaku lagi,” katanya.(fq/tempo)