Kuasa Hukum Amrozi cs tidak akan mengajukan grasi, selama salinan putusan Mahkamah Agung (MA) atas penolakan peninjauan kembali (PK) terpidana mati Amrozi cs yang asli, belum diserahkan kepada pihaknya.
"Ngga ada grasi-grasian, berkas putusan PK-nya saja tidak sah. Itu bukan berkas putusan PK, seharusnya minimal salinan putusan asli, tapi yang kita terima cuma fotocopy putusan, " ujar Koordinator TPM Achmad Michdan, Rabu (8/1).
Michdan yang mewakili Amrozi cs dan keluarga pun, menolak fotocopy putusan penolakan PK itu. Selain itu, menurutnya batasan waktu 30 hari yang diberikan kejaksaan agung tidak ada dasarnya.
"Saya menolak, grasi masih jauh dan tidak ada aturan yang mengatakan eksekusi akan dilaksanakan setelah 30 hari pihak terpidana dan keluarga tidak mengajukan grasi, " paparnya.
Lebih lanjut Ia memaparkan, deadline Kejagung tidak diatur dalam undang-undang atau dalam putusan MA. Di mana, dalam UU No 22 tahun 2002 tentang grasi pasal 7 ayat 1 mengatakan seseorang yang sudah dipidana mati, keputusan sudah inkraht dan berhak mengajukan grasi dan pasal 7 ayat 2 menyebutkan, grasi tidak ada batasan waktunya.
"Putusan tidak perlu ada batasan 30 hari dan langsung dilakukan eksekusi. Kebijakan kejaksaan agung itu tidak ada yang mengatur, "tukasnya.
Bahkan dalam UU MA, menurut Michdan, tidak pernah diatur batasan pengajuan grasi. Hal ini dipertegas lagi dalam UU No 5 tahun 2004, pasal 75 menyebutkan petusan PK harus diserahkan dalam waktu 30 hari pada terpidan adan keluarga melalui Pengadilan yang mengadili terpidana kepada terdakwa.
Putusan penolakan PK sendiri diputus MA pada tanggal 18 September 2007, tapi sampai tanggal 18 Oktober 2007 putusan itu tidak sampai pada Amrozi cs dan keluarganya. "Kejaksaan itu bisanya cuma teriak-teriak, tidak ada aturan yang ngatur 30 hari harus dieksekusi, " tegasnya. (novel/okm)