Megathrust sunda berbentuk curviplanar, dimana membentuk sebuah busur jika dilihat dari atas, dan juga mengalami peningkatan dip dimulai dari palung mendekati garis pantai Sumatera. Seperti contoh, dip dibawah Kepulauan Mentawai adalah sebesar 15-20 derajat dan mencapai 30 derajat di garis pantai Sumatera.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono di kantor BMKG, Jakarta Pusat, Sabtu, 3 Agustus 2019, mengatakan bahwa ancaman Sunda megathrust memang riil dan bisa terjadi kapan saja.
Menurutnya, ancaman paling nyata ada di sepanjang Pantai Barat Sumatera. Jaraknya sekitar 200-250 km di laut lepas. Kemudian di Laut Jawa yang jaraknya juga dapat dipastikan sama. Kemudian wilayah Bali ke arah timur dan sisi Utara Papua.
Sumber gempa dangkal yang memicu Sunda Megathrust tentu akan menyebabkan gelombang tsunami yang sangat besar. Tapi hingga saat ini belum ada teknologi yang mampu memprediksi kapan gempa akan terjadi.
“Dan kalau itu kekuatannya besar dan sumber gempanya dangkal tentunya bisa sangat memungkinkan terjadinya tsunami,” ujarnya.
Masyarakat di sepanjang jalur pertemuan lempeng tektonik harus selalu siaga karena memang ada sebuah ancaman yang nyata. Masyarakat harus memahami bencana di daerah masing-masing. Kemudian memahami jalur evakuasi, kemudian mengerti apa-apa harus dilakukan saat bencana datang.
Sementara bagi wilayah Jabodetabek, Sunda megathrust juga dapat memicu patahan Baribis yang memanjang dari Pasar Rebo hingga Ciputat, serta patahan Lembang di Bandung. [vv]