Pengampunan Pajak dan Pencucian Uang
Bukannya memperkuat konvensi PBB dalam melawan korupsi dan pencucian uang internasional, menurut Anthony, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Presiden Jokowi malah menyediakan fasilitas Pengampunan Pajak alias Tax Amnesty 2016/2017 dan 2022. “Yang intinya, sama dengan pencucian uang secara legal, difasilitasi pemerintah,” tuturnya.
Fasilitas ‘pencucian uang’ ini sangat cepat disetujui DPR dan disahkan menjadi UU Pengampunan Pajak. “Tentu saja, seperti disampaikan Bambang Pacul dari PDIP, persetujuan DPR pasti sudah mendapat restu dari para Ketua Umum Partai Politik. Sebaliknya, UU Perampasan Aset terbengkalai sejak 2006,” timpal Anthony.
Sejak 2009, laporan PPATK terkait dugaan pencucian uang di Kemenkeu juga tidak ada tindak lanjut. Semua pihak mencari alasan pembenaran. “Intinya, Jokowi, Sri Mulyani, DPR bersama Ketum Parpol, sudah melakukan tindakan yang berlawanan dengan konvensi PBB melawan korupsi,” tandasnya.
Lebih jauh ia menjelaskan, uang judi ilegal Rp155 triliun terkuak, tetapi tidak digubris. “Tambang ilegal terbongkar, juga tidak digubris. Tiba-tiba meledak dugaan pencucian uang yang melibatkan pegawai Kemenkeu senilai Rp349 triliun,” papar dia.
Sri Mulyani dan Jokowi Tertekan
Menruut Anthony, Sri Mulyani dan Jokowi berada dalam tekanan. “Indonesia dikucilkan. Keuangan untuk Indonesia terkunci,” ujarnya.
Salah satu indikasinya, sambung dia, adalah program insentif mobil listrik Amerika Serikat yang tidak termasuk menggunakan komponen baterai Indonesia.
Begitu juga dengan dana untuk transformasi energi Indonesia senilai US$20 miliar yang tidak kunjung turun.
“Luhut (Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan) tergopoh-gopoh terbang ke AS. Untuk apa? Semua usaha Luhut dan pemerintah Indonesia akan sia-sia, selama Indonesia dianggap tidak serius melawan korupsi dan pencucian uang, sesuai konvensi PBB Melawan Korupsi,” timpal dia.
Sumber: inilah