Sekjen PDIP Pramono Anung menilai pertemuan lintas fraksi dan parpol DPR (Partai Demokrat, Partai Golkar, PKB, PAN, PBR, Fraksi Partai Bintang Pelopor Demokrasi, dan PPP) di Hotel Rizt, memperlihatkan ketidakdewasaan para politisi dalam menyikapi persoalan bangsa.
“Ini memperlihatkan ketidakdewasaan para politisi melihat persoalan bangsa karena reshuffle sepenuhnya merupakan hak prerogatif presiden, ” tegas Pramono Anung di Jakarta.
Jika pertemuan fraksi-fraksi itu kemudian mengajukan berbagai usulan termasuk menyebut nama, itu berarti telah terjadi tumpang tindih karena sebuah lembaga (legislatif) mencampuri urusan yang bukan menjadi wewenangnya.
Karena itu dirinya menyesalkan pertemuan itu karena menunjukkan praktek-praktek politik yang tidak dewasa masih terjadi di negeri ini. ”Yang pasti kalau pun ada reshuffle, kita serahkan kepada presiden tanpa harus ada campur tangan dan tekanan dari siapapun, ” sambung Pramono.
Menurutnya, PDIP sendiri sebagai partai oposisi akan selalu mendorong presiden untuk melakukan reshuffle. Tujuannya, bukan hanya mengganti menteri yang sakit jantung ataupun mengganti orang yang bermasalah atau persoalan akomodasi politik karena seorang menteri sudah tidak mendapat dukungan politik. Melainkan perlunya melakukan perbaikan kinerja.
“Reshuffle dilakukan dengan meretokrasi, yakni berdasarkan kapabilitas dan kapasitas seseorang, bukan karena ada unsur tarik-menarik dari partai politik pendukung atau bukan partai pendukung, ” sambungnya.
Pengamat politik dari LIPI DR. Ikrar Nusa Bakti juga sependapat dengan Pramono. "Reshuffle itu adalah hak prerogatif presiden. Jadi tidak perlu mereka ikut-ikutan apalagi melakukan pertemuan politik itu, " ujarnya.
Bahkan, tegas dia, presiden tidak perlu mengikutkan Wapres Jusuf Kalla untuk menentukan reshuffle. Alasanya, perombakan kebinet bukan hak JK, tapi hak SBY.
"Di mana-mana Wapres itu ban serep. Di Amerika Serikat sekali pun, mana pernah Bush atau Clinton mengikutkan wakil presidennya dalam urusan beginian, " katanya. (dina)