Permintaan kongres AS kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar memberikan pembebasan bersyarat kepada dua anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM), terpidana kasus pengibaran bendera Bintang Kejora itu bukan sesuatu yang khusus, hal ini sering dilakukan oleh kongres AS kepada negara lain. Depatemen Luar Negeri Indonesia menganggap permintaan itu tidak akan dipenuhi begitu saja.
"Kita mencatat concern mereka. Dipenuhi atau tidak itu ada proses lain. Sistem hukum kita punya independensi sendiri. Dalam konteks Indonesia, kita juga menerapkan proses demokrasi. Proses persidangan juga dilakukan secara transparan dan terbuka, sesuai dengan bukti di lapangan, " kata Jubir Deplu Teuku Faizasyah dalam press briefing di Kantor Deplu, Jakarta, Jumat (8/8).
Menurutnya, surat itu dikeluarkan melalui Kedutaan (AS). Hingga hari ini, Deplu baru menerima foto kopinya. Dalam surat itu, Kongres AS menilai apa yang dilakukan 2 anggota OPM itu mengekspresikan perbedaan pendapat.
"Pertimbangan yang menurut kita sepihak. Mereka melihat ada suatu proses penyampaian ekspresi dalam pengibaran bendera (Bintang Kejora). Tetapi itu dianggap berbeda oleh negara kita. Kita menganggap tindakan tersebut adalah makar, " jelasnya.
AS sebagai negara adikuasa, lanjut Faiza, memang terbiasa mengirimkan surat semacam itu kepada negara-negara yang tidak sejalan dengan proses demokrasi dinegaranya. Meski demikian, Ia menambahkan, Indonesia tetap menghormati surat tersebut.
"Kita proses sesuai prosedur yang berlaku dan kita teruskan ke Kepala Negara, " imbuhnya.
Secara terpisah, Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Djoko Santoso menegaskan, surat 40 anggota kongres Amerika Serikat (AS) yang meminta pembebasan tanpa syarat dua anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah bentuk intervensi.
Panglima TNI mengatakan penahanan dua anggota OPM itu sepenuhnya adalah kewenangan pemerintah Indonesia. "Yang jelas, itu memang intervensi, " tegasnya.
40 Anggota Kongres AS mengirimkan surat untuk Presiden SBY pada 29 Juli 2008 lalu. Mereka meminta SBY memberikan pembebasan tanpa syarat terhadap 2 terpidana kasus makar pada pengibaran bendera Bintang Kejora pada 1 Desember 2004 lalu di Papua.Kedua terpidana itu adalah Filep Karma dan Yusak Pakage. Pada Mei 2005, Filep divonis 15 tahun penjara dan Yusak 10 tahun penjara. (novel)