Departemen Luar Negeri memastikan bahwa hubungan kerjasama antara Indonesia dengan Australia dalam bidang kerjasama dalam mengatasi Illegal migran akan terhambat, menyusul keputusan Departemen Imigrasi Australia yang memberikan visa tinggal sementara kepada 42 warga Papua. Demikian disamapaikan Juru Bicara Deplu Yuri O. Thamrin dalam jumpa pers, di Kantor Departemen Luar Negeri, Jakarta, Jum’at (24/03).
"Keputusan ini akan menganggu atmosfer besar pada hubungan kedua negara, padahal Indonesia dan Australia sudah membangun kerjasama dalam mengatasi illegal migran," katanya.
Menurutnya, pihak Indonesia sudah menghormati kedaulatan Australia, namun untuk saat ini Indonesia tidak mungkin mendorong rencana kerjasama tersebut kearah yang lebih bermanfaat, karena Australia sudah mengambil keputusan sepihak yang tidak memiliki dasar hukum.
Ketika ditanya soal kasus kerusuhan Abepura di mana banyak mahasiswa yang bersembunyi di hutan dan mengancam minta suaka politik ke Luar Negeri, Ia menegaskan, Deplu akan menjamin mahasiswa Papua yang terlibat dalam kerusuhan Abepura akan kembali lagi kuliah, dan pemerintah dapat menyelesaikan masalah secara diplomatis, adil dan terbuka.
Dirinya mensinyalir, jika 42 warga Papua memperoleh suaka politik di Australia maka akan membuka kesempatan bagi warga lainnnya untuk melakukan hal yang sama mengingat kondisi Papua yang rawan konflik mengarah pada disintegrasi.
Sementara itu ketika ditanya nama-nama 42 orang yang memperoleh visa tinggal sementara oleh Departemen Imigrasi Australia, Yuri tidak mau menyebutkan nama-namanya secara rinci.
"Saya tidak bisa memperinci nama-namanya, tetapi memang ada satu orang yang diduga sudah mendapat visa dari Jepang, tapi masih harus dicari kebenaran informasinya," tegasnya.(novel)