Persyaratan ujian Bahasa Arab bagi semua calon pelajar ke Al-Azhar Mesir, yang diberlakukan Departemen Agama tahun sekarang dipertanyakan Ma’mur Hasanuddin, anggota Komisi VIII DPR RI. Menurut dia, aturan itu dikhawatirkan akan menghambat proses keberangkatan pelajar itu, sehingga sumber daya manusia yang memiliki kapasitas ilmu-ilmu keIslaman di Indonesia tidak tercukupi.
“Kita tahu bahwa Indonesia mayoritas penduduknya Muslim. Tentu sangat dibutuhkan banyak tenaga pengajar agama Islam yang benar-benar mempunyai kapasitas yang mumpuni, dan belajar ke Timur Tengah yang paling mudah di akses adalah ke Al-Azhar Mesir,” ujar anggota DPR dari FPKS itu.
Kebijakan Depag itu dipicu karena banyaknya pelajar Indonesia di Al-Azhar Kairo yang drop out atau masa studinya molor lantaran kemampuan bahasa Arabnya minim. Namun menurut Ma’mur, seharusnya Depag intropeksi diri terkait kualitas hasil pembelajaran Bahasa Arab di madrasah-madrasah di bawah Depag.
“Saya melihat di lapangan banyak pelajar yang belajar bahasa Arab dari sejak MI, MTs sampai Aliyah selama sepuluh tahun lebih ternyata tidak bisa apa-apa. Saya hanya melihat madrasah-madrasah yang di bawah pesantren yang bahasa Arabnya bagus,” kata aleg asal daerah pemilihan Jawa Barat itu.
Lebih jauh ia menjelaskan, “Saya punya data bahwa dari 915 calon pelajar yang akan berangkat ke Mesir tahun sekarang, hanya 582 yang lulus ujian bahasa Arab. Ada yang tak beres dalam pembelajaran bahasa Arab di madrasah-madrasah itu.”
Ma’mur memaklumi persyaratan ujian Bahasa Arab di Depag bagi penerima beasiswa di Al-Azhar, karena kuotanya terbatas. Namun ia berpendapat agar kebijakan itu tidak perlu diberlakukan bagi pelajar yang akan berangkat dengan biaya sendiri, karena urusan kemampuan bahasa Arab itu urusan universitas terkait, bukan pemerintah Indonesia.(ilyas)