Depag Jalin Kerjasama dengan ITB dan UPI untuk Tingkatkan SDM Madrasah

Dalam rangka meningkatkan kualitas SDM madrasah, Departemen Agama dalam hal ini Ditjen Pendidikan Islam, melakukan kerjasama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Naskah kerjasama ditandatangani oleh Dirjen Pendidikan Islam Dr. H. Jahja Umar dengan Rektor ITB Prof. Dr. Djoko Santoso dan Rektor UPI Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata M.Pd di Bandung, Senin (27/3).

Menurut Dirjen Pendidikan Islam Jahja Umar dalam siaran persnya, Senin (27/03), kerjasama dengan ITB berupa pemberian bea siswa bagi 60 orang guru Madrasah Aliyah untuk mengambil program pasca sarjana bidang kimia dan fisika. Sedangkan dengan UPI, berupa kerjasama pemberian bea siswa untuk 65 orang guru Madrasah Aliyah mengambil program pasca sarjana untuk jurusan bahasa Inggris dan kurikulum.

Bea siswa tersebut, lanjut Jahja, bersumber dari APBN Departemen Agama dengan maksud untuk meningkatkan kualitas guru di lingkungan madrasah aliyah. Sebelumnya Ditjen Pendidikan Islam telah pula menjalin kerjasama dengan IPB,UIN, ITS dan UGM dalam hal pemberian bea siswa bagi siswa lulusan madrasah untuk mengikuti pendidikan S1 di perguruan tinggi tersebut.

Jahja Umar dalam sambutannya mengatakan, guna mengejar ketertinggalan dalam mutu dan kualitas pendidikan Islam di tanah air seperti madrasah dan pondok pesantren harus mendapat perlakuan yang istimewa dalam berbagai hal, baik dari segi anggaran maupun kebijakan pemerintah terhadap lembaga pendidikan ini.

Jahja mengatakan, selama berpuluh-puluh tahun pendidikan Islam berada di posisi marjinal, kelas ’dua’, dan tertinggal jauh dibanding sekolah umum. Padahal lembaga pendidikan seperti madrasah dan pondok pesantren telah banyak berkiprah di tanah air, bahkan keberadaan pontren telah ada sebelum negara kita merdeka.

”Memang ada sejumlah madrasah yang telah mampu memenuhi harapan masyarakat dan mengungguli mutu yang dicapai sekolah umum. Namun secara jujur bahwa madrasah belum bisa memenuhi harapan masyarakat dan mutu pelajaran umum masih tertinggal dari sekolah,”kata Jahja.

Jahja menambahkan, banyak faktor yang menyebabkan adanya kesenjangan antara harapan masyarakat dengan hasil yang dilahirkan madrasah serta kesenjangan antara mutu madrasah dan sekolah. Salah satu penyebab utamanya adalah rendahnya kompetensi guru di bidang materi yang diajarkan kepada siswa di madrasah

Jahja mengatakan, untuk mengimbangi mutu lembaga pendidikan Islam dengan sekolah umum, maka upaya pendidikan Islam tidak cukup kalau hanya melakukan apa yang dilakukan oleh lembaga pendidikan umum. ”Harus ada lompatan yang jauh dan tidak hanya sekali melompat, tapi berkali-kali,” katanya.

Selain itu lanjut dia, juga harus ada keberpihakan secara khusus terhadap pendidikan Islam. Karena tanpa keberpihakan khusus sangat sulit bagi PI melakukan lompatan. ”Salah satu keberpihakan itu seperti bantuan dari pusat-pusat unggulan seperti ITB,” jelas Dirjen.

Dalam masalah anggaran, kata Dirjen, lembaga pendidikan Islam seperti madrasah yang nota bene kebanyakan dikelola swasta harus mendapat porsi yang proposional. Sekarang sekitar 90 persen madrasah swasta, tapi anggaran yangPdiberikan masih belum cukup. Ini masih belum adil, jadi kalau madrasah berlari pun akan tertinggal di belakang. Anggaran madrasah paling tidak tiga kali dari sekolah umum,” kata Jahja.

Sementara itu, Rektor ITB Prof Dr. Djoko Santoso mengatakan, saat ini penduduk Indonesia berkisar 230 juta, mereka semua memerlukan pendidikan yang baik. Dan di tanah air kita terdapat sekitar 2.700 perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, mulai dari yang bermutu baik sampai yang biasa-biasa saja.

Menurut Djoko, secara umum insan pendidikan berharap memberi mutu pendidikan yang baik bagi semua anak didik. ”Di ITB mutu sudah jadi budaya, meski untuk menjaga mutu itu masih terdapat kendala,baru-baru ini kampus Ganesha ini mendapat pengakuan satu-satunya perguruan tinggi di Indonesia yang masuk 100 besar di Asia. ”Rangking kita di nomor 49,” ujarnya.

Meski demikian, pihaknya berharap ITB bisa memperbaiki rangking itu dengan meningkatkan mutu pendidikan di lingkungan institut. ”Kami juga punya kewajiban menyebarkan mutu kepada yang lain, wujudnya seperti terhadap lembaga pendidikan di Depag,” jelasnya.

Djoko mengatakan, program kerjasama dengan Depag dalam rangka meningkatkan mutu madrasah di tanah air. Namun ITB tidak memberi perlakuan khusus terhadap mahasiswa dari madrasah. ”Semua kami perlakukan sama seperti mahasiswa ITB pada umumnya. Kalau tidak lulus yang kami DO (Drop Out),” ujarnya.

Ditempat yang sama, Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Prof Dr Sunaryo Kartadinata M.Pd mengatakan, sebagai lembaga pendidikan yang mempersiapkan pengajar atau guru, UPI senantiasa melakukan kerjasama dengan berbagai pihak termasuk Departemen Agama.

”Kita berharap kerjasama dapat terus berlanjut dan lebih baik lagi guna meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia,” kata Sunaryo. (Travel)