Wakil Ketua Komisi III DPR Almuzammil Yusuf menilai ada potensi penyalahgunaan kewenangan yang mungkin dilakukan Datasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror. Karena itu pemerintah harus mengawasi dan perlu mengevaluasi kinerja mereka.
Menurutnya, Densus 88 kini tidak saja difasilitasi dengan dana dan sarana yang memadai oleh negara, bahkan kesatuan ini seolah-olah sudah diposisikan pemerintah sebagai kesatuan yang bisa dan boleh berbuat apa saja demi hukum dan keamanan, tanpa perlu ada audit dan pertanggungjawaban publik.
"Ini kalau terus dibiarkan maka akan berlaku hukum besi kekuatan dan kekuasaan, yakni penyalahgunaan wewenang, " tegasnya di Jakarta, Kamis (25/1)
Kondisi demikian, katanya, akan membahayakan masa depan bangsa dan negara. "Bangsa ini tidak hanya membutuhkan kamtibmas, tapi juga membutuhkan jaminan rasa aman dari kedzaliman aparatur negara yang menyalahgunakan kewenangan dengan senjata yang ada di tangannya, " tutur Almuzammil.
Oleh karena itu, pemerintah perlu hati-hati dan mengingatkan mereka. "Presiden, Wapres, dan Kapolri tidak boleh lupa bahwa bangsa ini baru saja keluar dari era masa lalu yang represif dan anti demokrasi. Kebiasaan 32 tahun lalu itu jangan sampai berulang, dipupuk dan dilegalkan, " saran politisi PKS ini.
Ditegaskannya, bila pemerintah berpegang pada perjanjian Malino dalam penegakan hukum Kasus Poso, maka perjanjian Malino menegaskan agar ditegakkannya hukum dan keadilan terhadap semua kelompok.
"Karena itu, semestinya orang yang harus dikejar adalah orang yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) dari kedua kelompok. Mengapa hanya terhadap kelompok Muslim saja, " tanya dia.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR A. Muhaimian Iskandar menyatakan, perlu tim investigasi independen dalam kasus baku tembak antara warga sipil dengan anggota Densus.
Dengan demikian, katanya, aparat keamanan tidak akan sewenang-wenang dalam melakukan operasi. Selain itu, kinerja mereka juga perlu dikontrol secar ketat. (dina)