Demokrat Ungkap Strategi Jadikan Jokowi Sebagai Calon Tunggal

Eramuslim.com – Rachland Nashidik mengungkapkan, upaya untuk menciptakan Presiden Joko Widodo sebagai calon tunggal dalam pemilihan presiden 2019 bukan baru-baru ini dilakukan.

Menurut Wakil Sekjen Partai Demokrat itu, upaya itu sudah ada sejak pembahasan revisi undang-undang (RUU) tentang Pemilihan Umum, pertengahan tahun 2017 lalu.

“Kalau itu (upaya membuat Jokowi calon tunggal) sih dari sejak pembahasan presidential threshold sudah ada,” kata Rachland saat dihubungi, Jumat (9/3/2018).

Caranya adalah menciptakan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional sehingga parpol harus berkoalisi untuk mengusung pasangan calon.

Fraksi Partai Demokrat bersama Fraksi PAN, Fraksi Partai Gerindra, dan Fraksi PKS menolak ketentuan ambang batas tersebut, namun kalah suara dengan partai pendukung pemerintah.

Oleh karena itu, Rachland pun tak heran saat mendengar kabar ada utusan Jokowi yang mendekati partai oposisi untuk mengajak berkoalisi di pilpres. Sebab, upaya tersebut sudah dilakukan secara sistematis sejak jauh-jauh hari.

“Yang sistematik di situ adalah upaya eksklusi, agar lawan tanding Pak Jokowi dikurangi maksimal,” kata Rachland.

Rachland pribadi mengaku tak tertarik apabila partainya harus bergabung dengan koalisi Jokowi.

“Menurut saya bergabung dengan koalisi Jokowi tidak menarik. Pak Jokowi tidak mewakili kepentingan bangsa, khususnya kalangan muda, pada masa depan,” ujarnya.

Opsi untuk bergabung dengan koalisi Prabowo Subianto, menurut Rachland, juga sama tidak menariknya.

Rachland menilai akan jauh lebih baik apabila Partai Demokrat membentuk poros ketiga dalam pilpres 2019.

Demokrat masih bisa berkoalisi dengan Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Amanat Nasional yang belum menentukan pilihan ke Jokowi atau pun Prabowo.

“Saya lebih suka pilihan poros ketiga. Itu lebih mewakili hasrat kita pada keadilan. Dua calon saja, atau apalagi calon tunggal, adalah pameran paling buruk dari hasrat kekuasaan,” kata Rachland. (kk/tn)