Meskipun belum genap seminggu Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) mencanangkan gerakan menanam kembali, ternyata dijawab oleh Pemda DKI dengan penebangan 15 pohon di jalan MT. Haryono, untuk kepentingan bisnis penyelenggaraan papan reklame di DKI Jakarta (Kompas, 24 April 2006). Kejadian ini seakan semakin mempertegas bahwa masalah lingkungan hidup masih belum menjadi arus utama dalam kebijakan pembangunan kota Jakarta.
Menurut Firdaus Cahyadi Ketua Pokja Udara Kaukus Lingkungan Hidup (Klin) dalam siaran persnya, ‘Keberanian’ Pemda DKI dalam menentang gerakan yang dicanangkan SBY pada hari bumi 22 April 2006 sebenarnya bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Sudah berkali-kali Pemda DKI mem-produksi kebijakan yang tidak ramah lingkungan (eco-friendly) dan ramah social (social friendly).
Ia menilai, Dinas Tata Kota Pemprov DKI Jakarta dengan mudah memangkas target luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH), mulai dari Ruang Umum Terbuka Hijau (RUTR) Jakarta tahun 1965-1985 sebesar 37 persen, RUTR Jakarta tahun 1985-2005 turun menjadi 25,85 persen. Catatan Dinas Pertamanan DKI Jakarta pun menyebutkan, sekitar 250 lokasi taman yang ada di Jakarta telah beralih fungsi.
Ironisnya, lanjutnya,34 di antaranya berubah menjadi stasiun pompa bensin (SPBU) yang merupakan fasilitas penunjang bagi keberadaan kendaraan bermotor (Kompas, 23 Oktober 2002). Padahal kendaraan bermotor inilah penyebab utama polusi udara di Jakarta.
"Contoh di atas menunjukan bahwa sudah sejak awal serangkaian perubahan tata-ruang Jakarta, memang diperuntukan untuk kepentingan bisnis bukan kepentingan publik dalam hal ini lingkungan hidup," ujarnya
Lebih lanjut ia menjelaskan, tata ruang bukanlah sekedar plotting atau mengkapling-kapling lahan, namun harus dapat melindungi kepentingan publik, termasuk lingkungan hidup dan mampu mendorong partisipasi warga kota dalam pelaksanannya.
Sementara itu, menurut Slamet Daroyani Direktur Eksekutif Daerah (ED) Walhi Jakarta menyebutkan, bahwa ada ambiguitas negara termasuk Pemda DKI dalam mengimplementasikan kebijakan public.
"Di satu sisi ada aturan yang mengharuskan wilayah perkotaan untuk mengalokasikan 40 s/d 60 persen bagi RTH, namun dalam menilai keberhasilan pembangunan porsi lingkungan hidup hanya 5-10%," katanya.
Walhi Jakarta maupun Kaukus Lingkungan Hidup Jakarta berpendapat bahwa penebangan 15 pohon untuk kepentingan bisnis reklame merupakan fenomena gunung es, masih banyak kebijakan Pemda DKI yang anti-lingkungan belum diketahui public dan kebikajan-kebijakan yang pro bisnis dan anti-lingkungan hidup akan terus diproduksi bila paradigma dalam melihat dan mengukur keberhasilan pembangunan tidak dirubah. (Travel)