Dana Rehabilitasi dan Rekontruksi Pascagempa Rawan Penyimpangan

Penggunaan dana rehabilitasi dan rekonstruksi sebesar Rp 2,5 triliun untuk korban gempa dan tsunami oleh Badan Koordinasi Nasional (Bakornas) di bawah komando Menteri Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) rawan penyimpangan.

Hal itu disampaikan fungsionaris Fraksi Kebangkitan Bangsa (F-KB) Marwan Ja’far kepada pers di gedung DPR Jakarta, Kamis (27/7). Menurutnya, semestinya pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi diserahkan kepada departemen teknis sesuai dengan masing-masing infrastruktur yang mengalami kerusakan akibat gempa. “Kalau diserahkan ke Menko Kesra ini perlu dipertanyakan akuntabilitasnya,” ujar Marwan.

Soal penyimpangan dana itu, katanya, bisa dilihat dari 17 kabupaten yang direncanakan mendapat bantuan dana pascagempa. Di antara daerah yang mendapat bantuan dana pascagempa adalah Banjarnegara, Jember, Nusa Tenggara Timur (NTT), Bantul, Bolmong (Sulawesi Utara) dan lainnya.

“Ada sinyalemen atau informasi ke saya, saya kira ini betul, Menko Kesra sudah memanggil 17 bupati/walikota ke Jakarta untuk menerima dana itu. Termasuk Sidoarjo. Padahal Sidoarjo (kabupaten yang kena lumpur panas PT Brantas Lapindo, milik Menko Kesra Aburizal Bakrie, red) bukan termasuk yang dinyatakan daerah gempa,” papar anggota Komisi V DPR.

Ironisnya, sambung Marwan, pemanggilan 17 kepala daerah itu tanpa koordinasi dengan Departemen Dalam Negeri (Depdagri) maupun gubernur. “Mestinya hal itu dikoordinasikan dengan Mendagri. Tapi ini langsung diundang oleh Menko Kesra,” terangnya.

Dijelaskannya, agar penggunaan dan pelaporan dana pascagempa itu terhindar dari penyimpangan, pihaknya mengusulkan dana-dana itu diserahkan ke departemen teknis.

“Kalau sekolah yang rusak, mestinya Departemen Pendidikan Nasional yang menangani, kalau soal pertanian yang diperbaiki biarlah Departemen Pertanian yang mengurusi, kalau saluran telekomunikasi yang rusak, tentunya Menkominfo yang menangani, demikian seterusnya,” sarannya.

Tindakan Menko Kesra itu, nilai dia, telah melanggar pasal (9) Peraturan Presiden (Perpres) No. 9/2005. Dalam peraturan ini, tuturnya, ”Supaya pertanggungjawaban akuntabel maka harus diserahkan ke departemen teknis. Jadi tak ada alasan Bakornas di bawah Menko Kesra mengambil posisi ini,” tegasnya. (dina)