Dalam Satu Dasawarsa, Kasus Isteri Gugat Cerai Suami Makin Meningkat

Selama sepuluh tahun terakhir, dalam kasus perceraian suami-isteri ternyata jumlah isteri yang menggugat cerai suami makin meningkat. Dan ini menjadi fenomena di enam kota besar di Indonesia, yang terbesar adalah di Surabaya. Demikian Dirjen Bimas Islam Prof. Dr. Nasaruddin Umar di Jakarta, Senin (9/7).

Misalnya di Jakarta dari 5. 193 kasus, sebanyak 3. 105 (60%) adalah kasus isteri gugat cerai suami dan sebaliknya suami gugat cerai isteri 1. 462 kasus. Di Surabaya dari 48. 374 kasus sebanyak 27. 805 (80%) adalah kasus isteri gugat cerai suami, sedangkan suami gugat cerai isteri mencapai 17. 728 kasus.

Di Bandung dari 30. 900 kasus perceraian sebanyak 15. 139 (60%) adalah kasus isteri gugat cerai suami dan suami gugat cerai isteri sebanyak 13. 415 kasus.

Selanjutnya, diMedan dari 3. 244 kasus sebanyak 1. 967 (70%) adalah isteri gugat cerai suami dan suami gugat cerai isteri hanya 811 kasus. Di Makassar dari 4. 723 kasus sebanyak 3. 081 (75%) adalah isteri gugat cerai suami, dan suami gugat cerai isteri hanya 1. 093 kasus.

Sedangkan di Semarang dari 39. 082 kasus sebanyak 23. 653 (70%) adalah isteri gugat cerai suami dan suami gugat cerai isteri hanya 12. 694 kasus.

Menurut Dirjen Bimas Islam Prof. Dr. Nasaruddin Umar, penyebab perceraian tersebut antara lain karena ketidakharmonisan rumah tangga mencapai 46. 723 kasus, faktor ekonomi 24. 252 kasus, krisis keluarga 4. 916 kasus, cemburu 4. 708 kasus, poligami 879 kasus, kawin paksa 1. 692 kasus, kawin bawah umur 284 kasus, penganiayaan—kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebanyak 916 kasus.

"Suami atau isteri dihukum lalu kawin lagi 153 kasus, cacat biologis (tidak bisa memenuhi kebutuhan biologis) 581 kasus, perbedaan politik 157 kasus, gangguan pihak keluarga 9. 071 kasus, dan tidak ada lagi kecocokan (selingkuh) sebanyak 54. 138 kasus. "

Tingginya permintaan gugat cerai isteri terhadap suami tersebut, sambung dia, menduga karena kaum perempuan merasa mempunyai hak yang sama dengan lelaki, atau akibat globalisasi sekarang ini, atau kaum perempuan sudah kebablasan.

“Kesadaran atau kebablasan? Itulah antara lain yang menjadi perhatian kita semua sebagai umat beragama, ”ujar Nasaruddin, yang juga Rektor PTIQ Jakarta., mengomentari kecendrungan kasus perceraian suami-isteri itu.(dina)