“Tentu undangan RUPS untuk Aki sudah selalu dikirim. Ke alamat Aki yang didaftarkan ke perusahaan. Tentu Aki memakai alamat di Singapura. Entah di alamat mana. Hanya perusahaan itu yang tahu,” sambung Dahlan.
“Dua belas tahun itu lama sekali. Saya bisa membayangkan apa saja yang terjadi di perusahaan itu selama 12 tahun. Bisa saja saham Aki sudah hilang atau dihilangkan. Itu mudah. Apalagi kalau lewat hostile,” sambung ia.
Dahlan mengungkap ada orang yang akhirnya memberitahu jika Akidi memiliki aset di perusahaan tersebut.
“Yang kecewa itulah yang memberi tahu anak-anak Aki: “papamu punya harta di Singapura. Perkiraan saya: anak-anak Aki lantas mulai mengurus harta itu. Tapi masalahnya tidak sederhana. Lalu enam anak Aki ”menyerah”. Ruwet. Tidak mau lagi mengurusnya.
Tinggal Heryanti sendiri yang masih bersemangat. Biar pun perlu biaya mahal,” sambung ia.
Biaya mengurus aset milik Akidi Tio bukan hal mudah dan murah
“Perkiraan saya: Heryanti kecewa dengan pengacara yang pertama. Lalu kenal pengacara lainnya. Yang memberi harapan lebih besar. Heryanti pun ganti pengacara. Harus diskusi lagi dengan pengacara baru berjam-jam –argometer jalan terus. Saya tidak berani memperkirakan apakah Heryanti juga kecewa dengan pengacara kedua. Sehingga harus mencari pengacara ketiga dan seterusnya,” sambung ia.
Kini, Heriyanti tengah sakit. Polip yang ia derita, kambuh dan petugas kesehatan juga mendatangi rumah Heriyanti. Karena polip, Heryanti urung diperiksa.
Polisi kini mengaku masih menyelidiki aliran rekening anak Akidi Tio guna memastikan keberadaan uang donasi Rp 2 triliun tersebut.[suara]