Curahan Hati Nelayan Tangerang: Reklamasi, Anies, dan Misteri Pagar Laut

eramuslim.com – Seorang nelayan dari Desa/Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten, bernama Kholid, sempat menyebut nama mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, ketika menceritakan kondisi di tempat tinggalnya.

Dalam siniar Abraham Samad SPEAK UP yang membahas pagar laut di Tangerang, Kholid mengungkapkan bahwa ia merasa telah dijajah sejak tahun 2005. Pada waktu itu, ia bersama rekan-rekan nelayannya memperjuangkan penghentian aktivitas penambangan pasir laut di pesisir Banten.

Menurut Kholid, penambangan pasir laut tersebut dilakukan untuk keperluan reklamasi di Teluk Jakarta, yang kini dikenal sebagai kawasan Pantai Indah Kapuk 1 (PIK 1).

“Saya merasa dijajah sejak tahun 2005, yaitu kasus penambangan pasir laut. Penambangan pasir laut itu, wilayah pesisir Banten yang materialnya dibawa ke reklamasi, Teluk Jakarta. Itu (kemudian jadi) PIK 1. (Saya) sudah menderita (sejak PIK 1 dibangun),” ujarnya dalam siniar yang tayang pada Sabtu, 18 Januari 2025.

Kholid menjelaskan bahwa ia bersama rekan-rekan nelayannya pernah mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk menghentikan aktivitas tersebut. Pada tahun 2016, gugatan mereka akhirnya dikabulkan.

Ia menyebut keputusan pengadilan tersebut terjadi bertepatan dengan pergantian Gubernur DKI Jakarta dari Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ke Anies Baswedan. Menurutnya, setelah pergantian tersebut, situasi mereka sempat membaik, dan ia bisa kembali melaut tanpa terganggu oleh kegiatan korporasi.

“(Kasus PIK) sempat berhenti tahun 2016, alhamdulillah menang (gugatan). Itu juga menang karena pergantian Gubernur Jakarta, dari Ahok ke Anies. Dari situ agak tenang, tuh! Saya bisa nangkap ikan lagi,” ungkap Kholid.

Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama. Kholid merasa ruang geraknya dalam mencari ikan kembali dibatasi dengan munculnya pagar laut di perairan Tangerang.

“Kok ruang lingkup saya mencari ikan dibatasi. Jadi ketika saya mau menjaring ke wilayah Tangerang, di Tangerang banyak pagar,” keluhnya.

Kholid juga menegaskan bahwa pagar laut tersebut bukan dibangun secara swadaya oleh masyarakat lokal. Ia berpendapat bahwa struktur pagar yang ada membutuhkan biaya besar, sehingga tidak mungkin dikerjakan oleh pihak yang tidak memiliki dana.

“Kalau ngeliat bangunan pagar itu, itu tidak mungkin dilakukan oleh orang tidak punya duit. Nggak mungkin (warga lokal yang membuat). Jika ada orang yang percaya, saya pikir harus dibawa ke psikiater. Pasti bohong. Iya (butuh biaya besar),” tegas Kholid.

(Sumber selengkapnya: Tribunnews)

Beri Komentar