Masjid Al-Muqarrabien dan Gereja Protestan Mahanaim yang hanya dipisahkan satu dinding menolak adanya relokasi. Pasalnya, satu dinding yang menjadi pemisah antara kedua bangunan ibadah ini merupakan tanda toleransi umat beragama.
“Pihak masjid dan gereja jelas menolak, sebetulnya tahun ini mau digusur, atau mungkin tahun depan, karena menunggu jalan layang selesai dibangun atau jalan tol masuk pelabuhan. Masjid dan gereja ini contoh kerukunan umat beragama, sangat langka antara tempat ibadah hanya dipisahkan satu tembok,” kata Ketua Masjid Al-Muqarrabien, Tawakal, saat dihubungi, Senin (3/9/2012).
Tawakal khawatir jika terjadi penggusuran akan memunculkan konflik. Alasannya, jamaah Al-Muqarrabien yang disebut berjumlah 4 ribu orang tersebut menolak pemisahan. Tawakal mengaku pernah menanyakan ke pihak pemerintah daerah terkait relokasi tersebut, namun ia kecewa dengan respon pemerintah daerah.
“Tolong mengenai penggusuran dikaji ulang. Ini kan dua titik sentral umat Islam dan Kristen. Takutnya terjadi gejolak besar. Mereka (jamaah) jelas menolak,” ujar Tawakal.
Tak berbeda dengan Tawakal, pengurus gereja Mahanaim menyesalkan adanya relokasi akibat pelebaran jalan di Jalan Enggano, Tanjung Priok, Jakarta Utara, yang menjadi lokasi kedua tempat ibadah tersebut berdiri. Walau sudah mendirikan gereja di tempat relokasi yakni Jalan Melur I nomor 5 Rawa Badak, Koja, Jakarta Utara, Ketua jemaat gereja Mahanaim, Pendeta Tatalede, tetap menyayangkan satu tembok yang berusia 55 tahun yang menjadi saksi bisu toleransi umat beragama harus dipisahkan.
Masjid Al-Muqarrabien dan Gereja Protestan Mahanaim memang telah berdiri sejak akhir tahun 1950-an hanya dipisahkan dengan satu tembok berukuran 8 meter. Selama 50 tahun, baik jamaah masjid dan umat gereja setia menjaga kerukunan dengan saling membantu jika hari besar keagamaan masing-masing dirayakan.(fq/detik)