Chatib Basri Ekonom Neolib, Jangan Sampai Jadi Menteri Ekonomi Kembali

chatibbasri2Eramuslim.com – Di tengah merebaknya isu reshuffle kabinet, sejumlah nama tokoh dimasukkan sebagai calon pengganti menteri-menteri yang sudah ada. Salah satunya nama mantan Menteri Keuangan Chatib Basri digadang-gadang jadi menteri ekonomi. Banyak kalangan menilai, mengajak Chatib masuk kabinet sama saja dengan semakin menyerahkan leher bangsa dan negara ini ke tali kekang Nekolim. Jelas, ini bertentangan dengan Trisakti dan Nawacita yang menjadi propaganda kampanye Jokowi saat pilpres kemarin.

“Dia (Chatib Basri) adalah ekonom asli neoliberal yang membenci nasionalisme. Ini jelas-jelas bertentangan dengan cita-cita Trisakti dan Nawacita yang mengharuskan kehadiran peran negara di tengah-tengah rakyat,” ujar Peneliti Lingkar Studi Perjuangan, Agus Priyanto seperti dimuat dalam kantor berita RMOL (12/7).

Chatib Basri yang sudah dikenal luas dengan pernyataannya “Kantongi Nasionalismemu”, sebut Agus, memiliki rekam jejak yang gampang dilobi oleh pemilik modal. Prestasi Chatib Basri yang paling besar ketika menjabat Menteri Keuangan era pemerintahan SBY adalah menurunkan tarif impor komponen dan sparepart industri mobil untuk mobil-mobil kutu atau mobil murah. Dengan kebijakan itu penjualan mobil kutu melonjak dari nol menjadi 150.000 unit di tahun 2014.

Bukan mencari jalan untuk mengembangkan transportasi publik, pengurangan pajak impor komponen mobil kutu yang dikeluarkan Chatib malah membuat kota-kota besar di Indonesia tambah macet. Dan Chatib tidak peduli dengan itu semua. Ekonom Neolib semacam Chatib seharusnya tidak diberi peluang untuk menentukan kebijakan bangsa dan negara ini ke depannya karena tidak memiliki prinsip-prinsip nasionalisme.

“Akibatnya, impor komponen dan spare-parts naik tinggi, current account defisit makin besar dan rupiah semakin rontok. Chatib mewariskan masalah quatro-deficits kepada Jokowi,” tukas Agus.

Quarto deficit atau empat defisit yang diwariskan Chatib Basri dan pemerintahan SBY yang dimaksud Agus berupa defisit neraca perdagangan U$6 miliar, neraca pembayaran U$ 9,8 miliar, balance of payments U$ 6,6 miliar serta defisit anggaran akibat utang luar negeri Rp 2.100 triliun.(rz/rmol)