Eramuslim.com – Cerita sedih datang dari Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan.
Seorang balita meninggal dunia di gendongan saat ayahnya jalan kaki sejauh 10 kilometer ke Puskesmas untuk berobat.
Diketahui, balita berinisial MTA (4) sebelumnya menderita muntaber.
MTA sendiri merupakan buah hati dari pasangan suami-istri Marthadinata dan Rika.
Keduanya tercatat sebagai warga Desa Landur, Kecamatan Pendopo, Kabupaten Empat Lawang.
Kepala Dusun 2 Desa Landur, Kecamatan Pendopo, Dendi menceritakan, detik-detik MTA meninggal di gendongan sang ayah.
Semua bermula saat MTA jatuh sakit pada Minggu (2/7/2023) dini hari.
MTA dan kedua orangtuanya ketika itu sedang berada di kebun kopi yang jauh dari Desa Landur.
Jarak antara kebun kopi dengan desa kira-kira sejauh 10 kilometer.
“Mereka malam itu sedang berada di talang jarak ke dusun itu sekitar 10 km, malam itu anaknya muntaber,” kata Dendi, dikutip dari TribunSumsel.com, Rabu (5/7/2023).
Dendi melanjutkan ceritanya, Marthadinata kemudian menggendong sang anak pergi ke Puskesmas.
Dia terpaksa melakukan hal tersebut karena tidak memiliki kendaraan bermotor.
Marthadinata ditemani istrinya mulai melakukan perjalan langkah demi langkah.
Ia melewati kebun kopi yang gelap gulita untuk menuju desa.
“Mereka tidak menggunakan sepeda motor karena tidak punya, lokasi kebunnya itu dibilang jauh tidak dekat juga tidak, kalau berjalan kaki itu paling lama 1 jaman,” tambah Dendi.
Namun takdir berkata lain, MTA meninggal dunia di gendongan ayahnya di tengah perjalanan.
Balita malang itu belum sempat mendapatkan pertolongan medis.
“Anaknya itu meninggal saat belum lama tiba di talang atau kebun kopi,” imbuh Dendi.
Ditemukan polisi dalam gelapnya malam
Bantuan kepada Marthadinata dan istrinya datang saat keduanya ditemukan anggota kepolisian dalam gelapnya malam.
Petugas dari Polsek Pendopo melihat keduanya berjalan tergesa-gesa pada Minggu (2/7/2023) sekitar pukul 01.40 WIB.
Kapolsek Pendopo, AKP Dwi Sapri Adi menyebut, MTA sudah meninggal dunia saat polisi datang menghampiri.
“Saat kami evakuasi posisi balita itu sudah meninggal,” katanya, dikutip dari Kompas.com.
Orang tua MTA lalu meminta bantuan agar diantar ke rumahnya.
Dwi mengatakan, MTA sempat mengalami sakit muntah-muntah hingga kondisi tubuhnya menjadi lemas.
Cerita Marthadinata
Marthadinata dalam kesempatannya bercerita betapa paniknya dirinya mengetahui anaknya sakit.
Semua berawal saat MTA tiba-tiba terbangun pada pukul 00.00 WIB.
MTA meminta air minum dan ingin buang air besar.
“Usai buang air dia masih bisa jalan dan sempat tidur lagi kemudian mengeluhkan sakit perut,” kata Marthadinata, dikutip dari TribunSumsel.com.
Kekhawatiran terhadap kondisi anaknya muncul setelah MTA muntah-muntah.
Sebelumnya, MTA sempat diberi obat, namun kondisinya tak kunjung membaik.
“Setelah muntah 2 kali kami panik dan berencana membawanya ke dusun,” ucap Marthadinata.
Marthadinata lalu mengajak istrinya membawa MTA untuk minta pertolongan.
Keduanya nekat menembus gelapnya malam dan ancaman hewan buas yang sewaktu-waktu bisa mengancam.
Namun demi kesembuhan MTA, Marthadinata dan istrinya rela melakukan apa saja, termasuk berjalan jauh.
“Belum lama kami mulai berjalan, mungkin sekitar 5 menit lebih anak saya meninggal dalam gendongan saya,” ujar Marthadinata.
Marthadinata tidak menyangka dirinya harus kehilangan MTA begitu cepat.
MTA sebelumnya dalam keadaan sehat,
“Anak saya sehat-sehat saja, anak saya mulai keluhkan sakit perut pada malam harinya,” tandas Marthadinata.
Informasi tambahan, jenazah MTA telah dimakamkan di hari yang sama saat ia meninggal di pemakaman umum Desa Landur.
Sumber: tribunnews
Potret nyata keadaan masyarakat sekarang, di balik gemerlapnya kehidupan para pejabatnya.