Peredaraan narkoba sudah bukan menjadi rahasia umum mulai merambah ke dunia anak-anak. Berbagai cara dilakukan oleh pengedar narkoba untuk menjerat mangsanya yang merupakan kalangan generasi muda dan anak-anak. Untuk mendekati anak-anak sendiri, para pengedar ini bisa menyamar sebagai pedagang makanan ataupun permen lazim dikonsumsi anak-anak dan akhirnya anak-anak pun ketagihan.
Tanggap dengan kondisi yang mengancam anak-anak dan generasi muda ini, Jakarta Islamic School (JISc) melakukan berbagai cara untuk mencegah peredaran narkoba di sekolah. Mulai dari memberlakukan no money, no jajan, dengan aturan ini setiap siswa yang ke sekolah dilarang keras membawa uang untuk mencegah anak membali jajanan yang dapat merusak masa depannya. Untuk memperoleh pasokan konsumsi makanan, maka sekolah memberlakukan sistem katering, ataupun membawa makanan dari rumah.
"Anak-anak kalau sekolah membawa uang itu tidak sedikit, kita tidak mempunyai kantin, maka kita terapkan peraturan no jajan, berarti no money. Boleh bawa katering, atau sebagai orang tua menyiapkan makanan dari rumah, tinggal pilih," kata Kepala Sekolah Jakarta Islamic School Proklawati Jubilea, SE, Msc atau yang akrab disapa Mam Fifi, dalam perbincangannya dengan Eramuslim.
Namun, menurut Mam Fifi, terkadang guru sedikit lalai mengawasi siswa, karena masih ada saja siswa yang diam-diam membawa uang ke sekolah. Padahal seharusnya, pihak sekolah bisa mengamankan uang tersebut, selanjutnya yang berhak menerimanya adalah orang tua siswa yang kedapatan membawa uang.
"Kalau sidak ditemukan uang, maka uangnya akan disumbangkan untuk Gaza. Anak-anak berkilah, ya Miss ini buat ini, yang bawa uang itu harus rela disidak dan diinfakin untuk Palestina," ujarnya.
Peraturan itu membuat para pendidik di JISc untuk berfikir dan mencari siasat baru, pasalnya setahun lalu sekolah membuka kantin yang otomatis membutuhkan uang untuk bertransaksi. Agar para siswa tetap konsisten tidak membawa uang ke sekolah, lanjut Mam Vivi, pihak sekolah menerapkan sistem kupon untuk bertransaksi dikantin. Kupon tersebut dinamakan JISC Dinnar, dimana kupon dengan angka 1 sama dengan seribu rupiah, 2 setara dengan dua ribu rupiah, sampai dengan lima sama dengan lima ribu rupiah.
"Kupon yang bertandatangan Direktur/Kepala Sekolah, tadinya namanya one dollar, two dollar, tapi sejak kita benci AS namanya JISc Dinnar. Lima berarti lima ribu. Penjualnya juga kita panggil, kita ajak kerjasama, tukang kantinnya kita kenalkan," jelasnya.
Untuk memperoleh kupon tersebut, Staf Humas JISC Dian menjelaskan, orang tua dapat membeli di sekolah, setelah menukarkan slip pembayar SPP, mereka dapat membeli kupon mulai dari 50 ribu rupiah sampai dengan 100 ribu rupiah, tergantung dengan kebutuhan konsumsi anak setiap bulannya.
"Ketika membayar harus menukar slipnya dari bank kesini. Nanti orang tua itu yang membeli kupon, kenapa anak
tidak boleh membawa uang, karena yang membeli kupon itu adalah orang tua, misalnya membeli 50 ribu, 100 ribu. Nah
mereka bawa pulang, dan kemudian dikasih kepada anaknya per hari, misalnya 10 ribu atau dua kupon bernilai lima ribu," jelasnya.
Mam Fifi mengatakan, selama dijalankan dengan istiqomah apapun bentuk peraturannya, maka semua pihak dapat melaksanakan dan menerapkannya dengan baik. Kalaupun pada akhirnya narkoba peredaran narkoba berhasil dicegah di sekolah, ditambahkannya, orang tua perlu membentengi dan melindungi generasi muda dan anak-anak mereka dari ketika berada dalam pengawasan mereka diluar sekolah. (novel)