Wakil Ketua Komisi VIII Said Abdullah mendesak pemerintah untuk segera memperbaiki revisi UU No 17 tahun 1999 tentang Haji. sebab, UU inilah yang diduga menjadi sebab pelayanan haji amburadul.
"UU Haji masih paradigma pemerintah. Ia selain sebagai regulator juga sekaligus sebagai operator. Akibatnya penanganan haji tidak bisa dipantau secara transparan dan terbuka, " ujar Said kepada pers di Gedung DPR, Jakarta, Jum’at (5/1).
Menurutnya, agar kasus tahunan haji tidak terjadi maka perlu juga dilakukan pendekatan G to G (Goverment to Goverment) antara Indonesia dan Pemeritah Kerajaan Arab Saudi. "Pemerintah perlu melakukan lobi langsung dengan Pengeran Mahkota atau langsung kepada Raja Saudi, " saran dia.
Dijelaskannya, sebenarnya tiap tahun Tim Pemantau Haji DPR selalu memberikan rekomendasi-rekomendasinya dari hasil temuan di lapangan kepada pemerintah. "Tapi sayang pemerintah kurang serius dan tidak sungguh-sungguh merespon hal itu, " katanya kesal.
Sementara itu, fungsionaris Fraksi Kebangkitan Bangsa (F-KB) Ida Fauziyah menyatakan, sudah saatnya pemerintah tidak main-main dengan pelayanan haji.
"Mereka itu sudah susah payah menabung, tapi pelayanan tidak memuaskan. Pemerintah harus sungguh-sungguh, itu yang dibutuhkan, " katanya.
Ida menambahkan, usaha memperbaiki penyelenggaraan dan pelayanan haji seharusnya pemerintah bisa mencontoh negara jiran, Malaysia, atau Iran. "Mereka mendapat pelayanan yang memuaskan dan murah, " kata wakil Ketua Komisi II. (dina)