Rabu (7/6) di Gedung DPR, 27 anggota DPR lintas fraksi dan komisi membentuk Kaukus Penerbangan DPR. Kaukus ini dibentuk menyusul pertumbuhan luar biasa bisnis penerbangan sipil serta munculnya persoalan keamanan penerbangan dan pertahanan nasional dari aspek kedirgantaraan.
Deklarasi dihadiri Panglima Komando Pertahanan udara Nasional (Panghanudnas) Marsekal Muda Eris Herriyanto, Dirjen Protokol Deplu Handrio Kusumo Priyo dan Direktur Penindakan Ditjen Imigrasi, M. Indra.
Koordinator Kaukus, Alvin Lie mengatakan, industri penerbangan di Indonesia telah mengalami pertumbuhan yang luar biasa. Walaupun "booming" munculnya perusahaan-perusahaan baru telah berlalu, tetapi fakta menunjukkan, masih banyak perusahaaan penerbangan yang tidak saja bertahan hidup tetapi juga menjadi operator yang kompetitif baik ditingkat nasional maupun regional.
Ia menambahkan, tujuan Kaukus Penerbangan DPR sebagai wadah bagi anggota dan mantan anggota DPR untuk mendalami potensi, perkembangan, tantangan dan permasalahan penerbangan nasional, memberikan masukan dan informasi yang bersifat komplementer dan melengkapi alat-alat kelengkapan DPR yang relevan guna mendukung peningkatan efektivitas dan kelancaran kerja DPR.
Menurutnya, keberadaan perusahaan-perusaahan penerbangan ini berdampak positif terhadap peningkatan mobilitas penduduk Indonesia dan juga kecepatan transportasi produk-produk industri sehingga pada akhirnya mendukung daya saing ekonomi nasional.
Selain itu, lanjutnya, pertumbuhan industri penerbangan juga membuka cukup banyak lapangan kerja baik sebagai awak kabin maupun teknisi serta administratif. Pertumbuhan industri penerbangan juga membuka peluang baru untuk industri pendukung seperti katering, perawatan pesawat, akomodasi, industri pariwisata, lembaga pendidikan dan pelatihan dan sebagainya.
Perkembangan yang positif ini, kata Alvin, tentunya memunculkan tantangan baru bagi Indonesia terutama di bidang keselamatan penerbangan, kepastian hukum bagi pengguna jasa penerbangan, perlindungan terhadap hak-hak pekerja industri penerbangan, pemberdayaan maskapai penerbangan domestik dalam menghadapi kompetisi dengan maskapai asing hingga masalah keamanan pertahanan nasional dari aspek kedirgantaraan.
Deklarasi dilanjutkan dengan diskusi mengenai kontroversi pendaratan pesawat China Airline di Batam pada 11 Mei 2006. Pesawat tujuan penerbangan Abudabi-Taipei ini membawa rombongan Presiden Taiwan Chen Sui Bian dan mendarat di Batam untuk mengisi bahan bakar (refueling).
Pendaratan itu menghebohkan berbagai kalangan di Indonesia karena pesawat jenis Boeing 747 dengan "Call Sign" CI 1590 bukan hanya "refueling" tetapi juga dimanfaatkan Presiden Taiwan untuk bertemu dengan sejumlah kalangan terutama pebisnis di Batam. Pesawat membawa 140 orang terdiri atas satu warga AS, satu warga Panama dan lainnya warga Taiwan termasuk rombongan Presiden Chen.
Menurut Panglima Komando Pertahanan udara Nasional (Panghanudnas) Marsekal Muda Eris Herriyanto, pendaratan pesawat China itu sudah legal, pasalnya sudah ada izin dari Dephub. “Sehingga TNI AU tidak bisa melarangnya,” tegas dia.
TNI akantetap menjaga keutuhan wilayah udara Indonesia ini dari berbagai bentuk ancaman apapun, termasuk pesawat sipil yang masuk wilayah udara Indonesia harus dipantau, imbuhnya.
Ia menambahkan, setiap hari ada 240 lebih penerbangan di Indonesia dan TNI AU harus tetap mewaspadai setiap penerbangan, baik pesawat sipil maupun militer. (dina)