Para elit politik dan masyarakat dari Propinsi Papua dan Propinsi Irian Jaya Barat (Irjabar) sebaiknya mewujudkan rekonsiliasi untuk bersama-sama menyelesaikan persoalan dengan kesabaran, menjauhkan perasaan bermusuhan dan saling menahan diri demi kepentingan kemajuan masyarakat kedua propinsi karena pertentangan yang semakin meruncing dan dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya situasi yang bisa mengganggu upaya menyelesaian persoalan, dan cenderung mengarah ke disintegrasi dari NKRI.
Demikian hal itu mengemuka dalam diskusi bertajuk "Penyelesaian masalah Papua-Irjabar" di press Room DPR/MPR Jakarta, Kamis (23/2). Diskusi yang dipandu Cecep Effendy dari The Indonesian Institute menghadirkan anggota Komisi II DPR Ferry Mursyidan Baldan, mantan anggota DPR/MPR periode 1999-2004 dari daerah pemilihan Papua Antonius Rahail dan pengamat politik dari CSIS J Kristiadi.
Menurut Kristiadi, agar persoalan Papua-Irjabar diselesaikan secepatnya dengan melibatkan semua pihak, yaitu DPRD Papua, Majelis Rakyat Papua (MRP) dan DPRD Irjabar. Ketiganya harus dipertemukan dengan fasilitator pemerintah pusat.
Perdebatan dan kontroversi hanya akan menghabiskan waktu, tenaga dan biaya yang tidak sedikit, sedangkan pembangunan wilayah dan masyarakat terabaikan. Ia menambahkan, kesempatan untuk membangun masyarakat dan wilayah kedua propinsi sangat tepat saat ini karena pemerintah menyediakan dana Otonomi Khusus (Otsus) yang nilainya sangat besar.
Sejak Otsus dilaksanakan, sedikitnya Rp11 trliun telah dikucurkan. Dana Rp11 triliun yang setara dengan dana untuk DKI yang jumlah penduduknya lebih 10 juta tersebut dikhawatirkan tidak tepat sasaran karena elit politik kedua propinsi terjebak pertikaian.
Padahal berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), keberadaan Irjabar tetap diakui walaupun pemerintah diminta untuk menerbitkan payung hukum untuk memperkuat eksistensi Irjabar.
Ferry berpendapat, eksistensi Irjabar tidak perlu diragukan. Apalagi keputusan MK juga tidak membatalkan keberadaan Irjabar. Selain itu, pemerintah juga terus mengucurkan dana untuk pembangunan wilayah, bahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun menetapkan Irjabar sebagai daerah pemilihan tersendiri pada Pemilu 2004.
Saat ini telah terbentuk pemerintahan, DPRD dan juga ada anggota DPR dan DPD dari Irjabar. Justru dengan adanya pemekaran wilayah, lanjutnya, maka harapan akan terjadinya pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat akan bisa diwujudkan. Pemekaran wilayah untuk Papua Irjabar juga masih akan berlanjut untuk tingkat kabupaten.
Untuk Irjabar, apabila saat ini ada 12 Dati II, telah ada perencanaan untuk memekarkan menjadi 28 Dati II. Pemekaran itu dilakukan selain untuk percepatan pembangunan, juga untuk menyerap dana yang dialokasikan pemerintah pusat.
Sementara itu, Antonius Rahail juga mengingatkan penting kesabaran elit politik Papua dan Irjabar karena semua yang terlibat dalam perbedaan pendapat itu adalah orang-orang dari Papua, baik yang tinggal di Propinsi Papua maupun yang tinggal di Irjabar.
"Saat ini seolah-olah terdapat dua kubu yang saling berhadapan. Padahal itu tidak penting karena hanya akan memunculkan terjadinya adu domba oleh pihak lain," ujarnya. (dina)