CBA: Sok Anti Korupsi, Sudirman Said Manfaatkan Isu Calo Freeport Untuk Tutupi Kasusnya

sudirman said riniEramuslim.com – Masyarakat diingatkan untuk tidak terjebak pada kisruh pemalakan saham PT Freeport Indonesia yang diduga dilakukan Ketua DPR Setya Novanto. Bisa jadi wacana tersebut sengaja digulirkan Menteri ESDM Sudirman Said untuk mengaburkan opini negatif yang belakangan ini menghujani kelompoknya.
“Sudirman Said bermain opini. Dia memanfaatkan kasus Setya Novanto ini agar isu negatif yang menyerang dia dan kelompoknya bisa teredam. Teman-temannya seperti Rini Soemarno dan JK sudah tidak bisa melakukan manuver,” tutur peneliti Centre for Budget Analisys (CBA), Uchok Sky Khadafi saat dihubungi Rimanews, Rabu (18/11/2015).
Uchok kemudian menyinggung soal kinerja Sudirman Said sebagai Menteri ESDM yang semakin buruk. Menurutnya, pelaporan yang dilakukan Sudirman Said ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) juga bagian dari strategi agar namanya tak tereliminir saat reshuffle jilid II.
“Sok anti korupsi, sampai sekarang tata kelola migas belum ada yang berubah. Bahkan mengalami kemunduran,” cetus Uchok.
Uchok mengingatkan, akal bulus Sudirman Said bisa terlihat ketika dirinya gigih membela pembangunan proyek gas alam cair atawa LNG Receiving Terminal di Bojanegara. Proyek senilai Rp6,8 Triliun itu merupakan kerjasama antara PT Pertamina (Persero) dengan PT Bumi Sarana Migas, yang diketahui dimiliki oleh Solihin Jusuf Kalla. Alhasil, sambung Uchok, Sudirman Said selamat dari reshuffle jilid I pada Agustus 2015.
“Sebelum reshuffle, Sudirman kasih ‘hadiah’ untuk JK. Ternyata mujarab juga, Sudirman tidak tereliminir,” cetus Uchok.
Padahal, lanjut Uchok, kinerja Sudirman Said dan kerabatnya, Menteri BUMN Rini Soemarno sangat buruk. Misalnya, adanya fakta terkait perusahaan BUMN yang merugi hingga triliunan rupiah serta kongkalikong ratusan triliun rupiah di PT Pertamina yang tak ditindaklanjuti secara transparan.
Uchok mengungkapkan, ada sekitar 146 BUMN yang menderita kerugian negara sebesar Rp6,7 triliun, angka yang sama dengan kerugian bailout Bank Century era SBY. Ditambah USD 25,5 juta, 24 ribu Euro, dan 210 ribu dolar Singapura, di dalam 5.999 kasus. Data itu didapatkan Uchok dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tahun 2014, yang merupakan audit atas kinerja BUMN di era Pemerintahan SBY-Boediono.
“Fakta itu menyedihkan karena uang negara sebesar itu menguap tanpa jejak, dan pejabat BUMN tidak ada yang mau bertanggung jawab,” ujar Uchok, dalam keterangan tertulis, Jumat (13/11/2015).
Uang triliunan ini, menurut Uchok, seharusnya dikelola untuk pelayanan kepada rakyat, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Tapi malahan menguap dinikmati mereka juga.
Dari data BPK yang ada, sambung Uchok, enam besarnya adalah Perum Bulog yang rugi sebesar Rp1,2 triliun, dan USD2,8 juta dengan 134 kasus. Lalu PT. Perusahaan Gas Negara dengan potensi kerugian negara sebesar Rp84,4 miliar, dan USD2,5 juta dengan 57 kasus.
Di urutan ketiga PT.PLN yang ditemukan potensi kerugian negara sebesar Rp587 miliar, dan USD1,2 Triliun dengan 344 kasus. Keempat adalah PT. PAL Indonesia dengan potensi kerugian negara sebesar Rp549,6 miliar, dan USD1,2 juta dengan 66 kasus. Urutan kelima adalah PT. Garuda Indonesia yang ditemukan potensi kerugian negara sebesar Rp16 miliar, dan USD1,2 juta dengan 85 kasus.
Di urutan keenam, ada PT.Pertamina yang ditemukan potensi kerugian negara sebesar Rp24,2 miliar, dan USD446,2 ribu dengan 730 kasus.
Uchok lalu memberi catatan, bahwa PT. Pertamina tercatat masih di nomor enam karena kasus PT.Petral, anak usahanya yang bertugas mengimpor BBM, tidak dimasukkan.
Padahal, menurut Uchok, setidaknya ada dugaan kerugian negara sebesar Rp250 triliun di perusahaan itu. Tapi lantaran Petral bukan sebagai BUMN induk, masih anak usaha PT.Pertamina, maka kerugiannya seakan di luar Pertamina.
Pada titik itulah Uchok kemudian mengkritisi Menteri ESDM Sudirman Said, yang belum berani mengungkap aktor intelektual kejahatan di Pertamina. Padahal hasil audit atas Petral sudah keluar dan lengkap.
“Sayang seribu sayang, ternyata Menteri Sudirman Said, hanya seorang pengecut. Tidak berani mengungkap aktor atau nama pejabat negara yang menikmati keuntungan sebesar Rp250 triliun tersebut,” tegas Uchok.
“Saat ini, Sudirman Said salah satu menteri ESDM yang berpotensi mau dipecat dari kabinet Jokowi sehingga bermanuver terus dengan cara berkoar-koar agar jangan sampai dipecat oleh Presiden Jokowi. Hanya berani menceritakan modus-modus kerugian negara Petral saja ke publik, yang sebetulnya publik sudah tahu dari dulu. Tapi nama-nama pejabat negara yang bikin Petral rugi, belum tahu,” pungkas Uchok.(ts/pm)