Eramuslim.com – Pada pekan kedua Juni 2015, Majelis Ulama Indonesia (MUI) rencananya akan mengadakan pertemuan para ulama MUI se-Indonesia du Tegal, Jawa Tengah. Dalam rapat itu rencananya akan dibahas fatwa tentang presiden yang tidak memenuhi janjinya saat kampanye. “Kami jihad lewat fatwa dan ada baiknya ini nantinya diperkuat dengan regulasi. Ini agar ke depan pemerintahan lebih baik lagi,” ungkap Wakil Ketua MUI Ma’ruf Amin dalam Musyawarah Prapertemuan Ke-5 Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia, yang bertema “Janji Pemimpin dalam Perspektif Fikih dan Konstitusi” di Jakarta, Kamis (6/4).
Siapa pun yang dilantik menjadi pemimpin, termasuk presiden, menurut Ma’ruf Amin, memang diambil sumpah jabatan terlebih dulu. Tapi, katanya, sejauh ini tidak ada sumpah jabatan menyebutkan agar pemimpin memenuhi janji-janjinya yang disampaikan saat kampanye.
Selama ini, tambahnya, masih terdapat berbagai pendapat tentang seorang pemimpin yang tidak menepati janji kampanye itu masuk dalam ranah berdosa atau tidak. Lebih jauh, pemimpin yang bersangkutan itu perlu ditaati atau tidak. “Inilah nanti yang akan dibahas para ulama,” ujar Ma’ruf.
Dalam kesempatan yang sama, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengungkapkan, janji calon presiden dalam bentuk visi dan misi saat kampanye tercatat dalam dokumen negara. Hamdan pun mengingatkan, penentuan hukum pemimpin ingkar janji harus hati-hati. Karena, pemimpin kadang memiliki kendala dalam mewujudkan rencana program-programnya sebagaimana telah disampaikan saat kampanye.
“Karena hambatan itu bisa saja menyangkut anggaran. Misalnya DPR tidak setuju dengan program yang akan dilaksanakan presiden tersebut,” tuturnya.(rz)