“Setelah saya tanyakan ke dinas terkait, kalau orang itu butuh waktu sampai 6 bulan opname-nya bagaimana. Klaim ini hanya dikasih batas waktu 2 minggu maksimal,” ucapnya.
Dengan tingginya biaya yang dapat diklaim tersebut, Budhi menganggap wajar jika RS saling berebut pasien Covid-19.
Sebab, semakin banyak bisa merawat pasien Covid-19, maka akan semakin banyak pula keuntungan yang bisa didapat.
“Di kampung kami ini kota kecil, kalau satu hari Rp 6.250.000 itu minimal kan banyak sekali yang tertarik. Jadi yang dicari rata-rata pasien Covid semua, dan kalau diswab, dari 10 orang, yang positif Covid itu 7 atau 6 (orang),” ujar Budhi.
“Terus saat sekarang ini jadi melonjak. Rumah sakit penuh tempat karantina penuh. Ini pada berlomba membuat karantina lagi.”
Menyikapi melonjaknya pasien Covid-19 ini, Budhi meminta pemerintah pusat untuk melakukan pengetatan screening klaim RS dan membentuk tim independen.
“Saya sudah banyak (terima) laporan. Ada seseorang di tes swab di rumah sakit A positif, di laboratorium yang betul-betul profesional malah negatif. Jamnya sama, hanya selisih 10 menit, pada waktu melakukan swab, yang satu negatif yang satu positif,” kata Budhi.
“Kalau bisa pemerintah pusat menurunkan Litbang yang betul-betul independen.”
Menanggapi tudingan Bupati Banjarnegara, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) lantas angkat bicara.
Ketua IDI Banjarnegara, dr Agus Ujianto, membantah tudingan yang disampaikan Budhi Sarwono.
“Saya kira hal tersebut (berebut pasien) tidak lah benar. Kami sudah melakukan tugas medis sebagaimana mestinya,” kata Agus dilansir dari TribunJateng.
Agus menjelaskan, untuk mendapatkan klaim perawatan pasien Covid-19 proses pencairannya tidak gampang.
Sebab, kata dia, rumah sakit yang merawat pasien Covid-19 harus mengeluarkan biaya terlebih dahulu.
Sementara untuk menekan laju perkembangan Covid-19, lanjut Agus, sebaiknya pemerintah daerah melakukan sinergi kebijakan.
Dengan begitu, masyarakat tidak bingung terkait pelaksanaannya.
Tudingan bahwa pihak Rumah Sakit meng-covid-kan pasien, sudah cukup lama dihembuskan. Namun Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) berkali-kali membantahnya.
Sekjen Persi, Lia G Partakusuma, dalam jumpa pers virtual pekan lalu meminta masyarakat percaya kepada rumah sakit. Dia menekankan, dokter pasti akan mengobati sesuai dengan kondisi pasiennya.
“Jadi masyarakat jangan juga merasa bahwa kalau diagnosa COVID pasti akan diklaim oleh RS sebagai pasien COVID. Ya tentu kami mengimbau sama-sama kita menaruh kepercayaan, bahwa tentu dokter akan mengobati sesuai dengan kondisi pasien,” tuturnya. []