Bahkan menurut Gde Siriana, penjelasan Arya soal Pasal 35 (c) PP 68/2013 itu tidak sesuai dengan implementasi di lapangan. Karena di satu sisi, Arya mengatakan bahwa regulasi di BUMN tidak melarang rektor rangkap jabatan, sementara di sisi yang lain faktanya tidak demikian.
“Katanya aturan di BUMN hanya melarang anggota Parpol, dan aturan di PP 68/2013 bukan urusan BUMN. Nah, sekarang kita lihat saat BUMN mengangkat Zulnahar sebagai komisaris BRI, posisinya masih Bendum Partai Hanura kan!” tegas Gde Siriana.
Dari dua contoh kasus tersebut, Gde Siriana melihat ketidaksesuaian dari apa yang dilakukan BUMN. Karena saat Zulnahar diangkat sebagai Komisaris BUMN, Arya hanya mengungkapkan bahwa nantinya Zulnahar akan mundur dari posisi Bendum Hanura setelah ditunjuk jadi komisaris.
“Lalu kenapa tidak sejak awal meminta mundur untuk Rektor UI? Jadi jangan membual terus,” ungkap Gde Siriana.
Maka dari itu, Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelematkan Indonesia (KAMI) ini menyimpulkan kasus rangkap jabatan Rektor UI, Prof. Ari Kuncoro, merupakan satu praktik balas budi rezim kepada pihak-pihak yang berjasa memenangkan pasangan Joko Widodo-Maruf Amin di Pilpres 2019 yang lalu.
“Sehingga saya melihat ini praktek bagi-bagi posisi komisaris sebagai imbal jasa pemenangan kampanye pilpres 2019. Tetapi mestinya tetap melihat aturan yang berlaku dan kompetensi,” demikian Gde Siriana Yusuf(RMOL)