Buku Habibie Diharapkan Buka Misteri Kerusuhan 1998

Buku Detik-Detik Yang Menentukan yang ditulis mantan Presiden Habibie merupakan pintu untuk membuka misteri yang terjadi di era Mei 1998 ketika penguasa orde baru Soeharto jatuh. Dengan adanya buku tersebut diharapkan para tokoh yang berperan ketika itu bisa berbicara.

“Jika kita melihat sisi positif apa yang dilakukan oleh Habibie adalah Habibie telah membuka sebuah pintu misteri yang sementara ini banyak orang berspekulasi. Saya yakin dengan terbukanya satu pintu ini sekarang Prabowo, Wiranto, Amien Rais, Kivlan Zen dan lain-lain mulai bicara. Dan memang semua tokoh itu penting untuk berbicara apalagi jika diikuti dengan penerbitan buku,” ujar Ketua DPP PAN Muhammad Najib pada pers di Gedung DPR (6/10).

Najib menambahkan, ketika itu dirinya selama 24 jam mendampingi Amien Rais mengikuti berbagai persitiwa yang terjadi selama 20-21 Mei 1998 di mana ketika itu situasinya memang tidak menentu. “Setiap orang tentunya memiliki persepsi sendiri-sendiri, dan mumpung para aktor sejarah masih banyak maka sangat menarik bagi semua orang penting untuk berbicara dan biarlah nanti para ilmuwan yang melakukan rekonstruksi sehingga persepsi publik bisa lebih mendekati kebenaran,” lanjutnya.

Najib berani menjamin bahwa Amien Rais tidak pernah melakukan pertemuan dengan tokoh-tokoh yang berhubungan dengan Amerika Serikat. “Sejak awal Januari 1998 saya menjadi asisten pribadi Amien Rais dan saya yang mengatur jadwal beliau. Tidak ada pertemuan dengan tokoh-tokoh yang terkait dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat, atau orang Amerika,” tegas anggota Komisi VII DPR ini.

Najib mengakui memang ada rencana Amien Rais untuk menggelar aksi sejuta massa ke istana ketika itu. Aksi itu, tambah Najib dimaksudkan untuk memperingati hari Kebangkitan Nasional tetapi ada juga yang menyebut sebagai Tablig Akbar. ”Versi tentara itu disebut dengan pengerahan massa bahkan dikhawatirkan ketika massa terkumpul akan digerakan ke Utara untuk menduduki istana,” ungkapnya.

Najib juga mengungkapkan Amien Rais ketika itu tidak memiliki lawan politik tetapi memang pihak pemerintah terutama tentara sangat cemas dengan gerakan Amien Rais. “Memang malam tanggal 19 Mei 1998 ada telepon melalui HP saya yang mengancam jika Amien Rais mengerahkan massa ke istana maka akan “di Tianmen” kan,”serunya. (dina)