Lembaga Amil Zakat akhir-akhir ini mulai banyak bermunculan di Indonesia, sebagai lembaga yang mengurus pengelolaan uang ini harus mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Majelis Ulama Indonesia mendorong proses sertifikasi dan akreditasi Lembaga Amil Zakat yang diatur dalam Undang-undang Zakat.
"Saya setuju dengan sertifikasi itu kedepannya diatur oleh pemerintah, tentunya melalui UU, sebab gak boleh mengatur uang tanpa UU, sehingga harus ada sertifikasiLembaga Amil Zakat, "jelas Ketua Majelis Ulama Indonesia H. Amidhan usai Dialog MUI dengan DPR, di Hotel Sari Pan Pasific, Jakarta, Kamis(4/10) malam.
Menurutnya, dengan adanya proses akreditasi terhadap lembaga amil zakat ini, tidak sembarangan orang bisa membuat, dan hanya badan atau lembaga yang akan didirikan harus memenuhi persyaratan misalnya, sekurang-kurangnya terdapat 3-5 orang, didalamnya terdapat unsur dari ulama yang mengerti tentang zakat, organisasinya jelas, serta ada program penyaluran yang jelas pula.
"Kalau sudah lolos akreditasinya baru bisa menjamin kepercayaan, gak boleh sembarangan mengumpulkan uang, walapun namanya amil zakat, ya harus jadi lembaga kepercayaan, harus ada sertifikasi, sekarang guru saja di sertifikasi, "ungkapnya.
Seperti diketahui, Lembaga-lembaga Amil Zakat (LAZ) yang bertebaran, Ia mengatakan, sebenarnya merupakan lembaga yang dikoordinasikan oleh Baznas (Badan Amil Zakat Nasional) seperti disebutkan dalam Keppres No 103/2004 di mana Baznas menjadi koordinator pengelolaan zakat di Indonesia.
Mengenai pembayaran zakat melalui kemajuan teknologi melalui internet, kartu kredit hingga berzakat dengan SMS dan sejenisnya yang mulai marak saat ini, Amidhan menilai, tak menjadi masalah, karena yang terpenting di sini adalah niat dari dan ada uang yang akan dikeluarkan.
Namun, tambahnya, meski hal itu tidak mengurangi keafdhalan niat, alangkah lebih baik apabila menyerahkan langsung kepada para mustahiq, karena dari ijab qabul itu akan muncul rasa persaudaraan yang lebih mendalam. (novel)