Terlebih, menurut Hasto, penetapan tersangka oleh KPK juga sangat ganjal. Sebab, dalam aksi Operasi Tangkap Tangan tersebut, dilakukan bukan kepada Samanhudi maupun Syahri, melainkan hanya pihak swasta.
“Jadi dua hari sebelum hari H terjadi OTT ada tim kampanye lawan yang mengatakan akan terjadi kejadian hal yang luar biasa. Dan kami tahu siapa orangnya itu, yang akan mengubah peta poltik di Tulungagung. Apalagi tidak ada OTT terhadap Samanhudi dan Syahri Mulyo,” terang Hasto.
Dalam kasusnya, Syahri diduga menerima suap sebesar Rp 1 miliar dari pengusaha bernama Susilo Prabowo. Susilo merupakan sosok yang diduga turut menyuap Samanhudi.
Uang sebesar itu, diduga merupakan suap ketiga yang diterima Syahri terkait proyek infrastruktur peningkatan jalan pada Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung. Sebelumnya dia diduga telah menerima uang sebesar Rp 1,5 miliar. Suap Susilo kepada Syahri diduga melalui seseorang bernama Agung Prayitno.
Sementara Samanhudi, diduga menerima suap terkait ijon proyek pembangunan sekolah lanjutan pertama di Blitar dengan nilai kontrak sebesar Rp 23 miliar. Diduga, uang yang diterimanya, adalah fee 8 persen dari nilai proyek yang akan diberikan Susilo.
Kasus tersebut terungkap dalam OTT yang dilakukan KPK terhadap Susilo pada Rabu (6/6). Namun, KPK tidak berhasil menangkap Samanhudi dan Syahri dalam rangkaian OTT tersebut.
Sebab, keduanya sudah tidak berada di lokasi pada saat akan ditangkap. KPK hanya berhasil menangkap empat di antaranya, termasuk Susilo. (kmpr)