eramuslim.com — Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tak menampilkan sosok Bj Habibie dan Soeharto dalam panel fisik berisi sejarah riset dan inovasi Indonesia di kantor BRIN, Jakarta.
Alasannya, keterbatasan ruang (space) yang ada sehingga penjelasan sejarah di sana hanya berfokus pada peristiwa penting, yang secara langsung mendasari pembentukan BRIN.
Menanggapi itu, Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Muhammad Said Didu mengatakan, menghapus jejak Habibie di bidang Iptek Indonesia adalah langkah berani dan radikal yang dilakukan oleh pejabat yang sombong.
“Karya Habibie terhadap bangsa ini terlalu besar untuk dihapus. Seekor laron kecil tidak akan bisa menggantikan sinar rembulan,” ucapnya dalam unggahannya, Minggu, (5/2/2023).
Dalam kanal YouTube-nya, Said Didu bercerita, dia mengaku meneteskan air mata ketika membaca berita soal tak adanya sosok Habibie yang ditampilkan.
Pasalnya, Said Didu merupakan salah satu orang yang diterima langsung oleh Habibie menjadi karyawan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tahun 1986, saat itu masih kuliah di IPB.
Dia bercerita, awalnya datang di BPPT, alumni pertanian tidak diterima. Saat itu, Said Didu berumur 23 tahun mengirim surat ke Habibie.
“Kata-kata saya begini, ‘Pak Habibie, saya tidak setuju kalau bapak hanya mengembangkan pesawat terbang dan kapal laut karena Indonesia adalah negara pertanian sehingga dibutuhkan bioteknologi. Saya adalah orang yang mempelajari bioteknologi’, itu kata-kata saya, ringkasnya baru saya uraikan apa itu bioteknologi. Setelah itu seminggu kemudian saya didatangi ajudannya ke Bogor disuruh menghadap,” jelasnya.
Said Didu pun diwawancarai dan Habibie menanyakan alasan Said Didu tidak setuju jika mengembangkan pesawat dan kapal laut.
Said Didu menjelaskan bahwa yang ia tidak setujui saat itu jika Habibie hanya mengembangkan pesawat terbang dan kapal.
Setelah itu Said Didu diberikan amanah oleh Habibie untuk mengembangkan pusat bioteknologi di Serpong, sebagai pemegang pusat bioteknologi, setara eselon II di umur 27 tahun.
Bahkan di umur 24 tahun Said Didu memimpin proyek pengembalian 30 juta dolar.
Saat itu ada ratusan kader yang dididik oleh Habibie termasuk Kepala BRIN Laksana Tri Handoko.
“Kepala BRIN ini kan disekolahkan dan diterima oleh Habibie. Disekolahkan kemana, langsung menghilangkan Habibie di sejarah itu,” ucapnya.
Pria kelahiran Pinrang ini mempertanyakan karya Kepala BRIN. Padahal saat itu penghargaan Habibie sangat tinggi terhadap karyawannya.
“Saat itu gaji kita standar Pertamina bukan standar PNS. Baru saat itu kita tinggal 5 hari kerja ada mobil jemputan Mercy paling bagus. Kantor paling bagus jadi penghargaan Habibie terhadap ini semua sangat tinggi. Sekarang Habibie mau dihilangkan. Wahai penguasa, Habibie kau tidak bisa hilangkan di bangsa ini. Beliau mantan presiden yang menyelamatkan demokrasi, menyelamatkan negara ini dari kehancuran ekonomi, menyelamatkan IPTEK, menyelamatkan segala-galanya,” jelasnya.
Di sisi lain Said Didu heran karena Habibie dan keluarga Habibie sampai saat ini adalah pendukung Presiden Joko Widodo garis keras.
Lebih jauh Said Didu menjelaskan, Habibie tak bisa dihilangkan dalam sejarah, karena merupakan kader Mantan Presiden Soekarno.
“Bung Karno dulu mengirim generasi pertama ke luar negeri itu adalah generasi yang belajar nuklir, itu generasi pertama. Generasi kedua muncullah yang dikirim oleh beliau itu adalah dan dilanjutkan oleh Pak Harto dikirimlah generasi kedua itu generasi aeronotika untuk pesawat terbang dan kapal laut, itulah kelompok Habibie,” tuturnya.
“Generasi ketiga itu gelar elektronika, itulah kelompok-kelompok Rahadi Ramlan, Wardiman. Nah itu itu semua yang kembali ke Indonesia. Dan itu program Bung Karno yang dilanjutkan oleh Pak Harto, melanjutkan itu dan disitulah kita bangga kayam Habibie tidak sedikit ratusan puluhan ribu karyawan industri Indonesia maju. Jangan hanya lihat pesawat terbang. Kereta yang dinikmati sekarang, agro itu itu adalah Habibie yang di Madiun. Pelni itu adalah ahli teknologi Habibie, pesawat-pesawat, CN-235,” tambahnya.
Bahkan kata dia, pesawat F-16 bagian dari karya Habibie. Menurutnya, Laksana Tri Handoko merupakan orang ilmuan yang memilih jalur di luar ilmuwan.
“Kalau menurut saya dia bukan ilmuwan, dialah orang politikus yang bersembunyi di ilmuwan dan sangat sombong,” tandasnya. (sumber: fajar)