Eramuslim.com – BPJS Watch menilai bahwa percepatan vaksinasi merupakan proses penting dalam mencapai kekebalan komunitas atau herd immunity. Namun, vaksin yang diperoleh dari hibah dinilai sangat tidak etis jika dijual, seperti melalui program vaksinasi gotong royong.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai bahwa vaksinasi gotong royong memang merupakan sebuah pilihan bagi masyarakat untuk bisa memperoleh vaksin Covid-19.
Tidak ada kewajiban, baik bagi individu maupun korporasi untuk mengikuti program vaksinasi gotong royong.
Meskipun begitu, Timboel menilai bahwa pemberlakuan vaksinasi yang berbayar menimbulkan persoalan tersendiri, khususnya vaksin yang digunakan merupakan hibah dari negara lain.
Misalnya, menurut Timboel, vaksinasi gotong royong akan menggunakan 500.000 dosis vaksin Covid-19 buatan Sinopharm hasil hibah dari pemerintah Uni Emirat Arab, yang tiba pada 1 Mei 2021.
Lalu, Indonesia pun menerima hibah 4 juta dosis vaksin Covid-19 produksi Moderna dari pemerintah Amerika Serikat.
Timboel menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) 10/2021, Moderna menjadi salah satu jenis vaksin dalam program gotong royong, beserta Sinopharm dan Cansino.
“Jangan juga vaksin hibah malah dijual ke publik,” ujar Timboel pada Senin (12/7/2021).
Selain itu, BPJS Watch pun menilai adanya masalah dalam proses vaksinasi program yang dibiayai pemerintah, yakni terjadinya keramaian sehingga berpotensi melanggar protokol kesehatan.
Masalah itu menjadi salah satu faktor yang membuat masyarakat enggan mengikuti vaksinasi program, meskipun gratis.
“Pemerintah seharusnya memperbaiki ulang proses vaksinasi program sehingga bisa menjamin tidak terjadi penyebaran Covid-19 pada saat vaksinasi program,” ujarnya.
Timboel pun menilai keengganan masyarakat dalam mengikuti vaksinasi dapat meningkat jika terdapat barang pemberian, yakni vaksin hibah yang kemudian dijual.
Masalahnya dapat bertambah karena harga vaksin gotong royong yang menurut Timboel relatif mahal, yakni maksimal Rp879.140 per individu, yang mencakup harga vaksin dan biaya pelayanan.
BPJS Watch menilai harga tersebut memberatkan pengusaha dan masyarakat.
Awalnya vaksinasi gotong royong ditujukan bagi perusahaan, tapi karena harganya mahal sehingga hanya sedikit perusahaan mengikuti vaksinasi gotong royong, yang berdasarkan data Kamar Dagang Indonesia (Kadin) baru mencapai 500 dari total 28.400 perusahaan.
“Akibatnya vaksinasi gotong royong kurang laku dibeli perusahaan, sehingga pemerintah menjual untuk individu masyarakat umum. Bila harganya relatif murah maka akan banyak perusahaan yang mau beli vaksinasi gotong royong, dengan harga relatif murah maka akan terjadi percepatan vaksinasi bagi pengusaha maupun individu di masyarakat umum,” ujar Timboel.