PT Pertamina dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) diminta tidak saling menyalahkan atas terjadinya dinamika di lapangan, khususnya dalam masa transisi program konversi minyak tanah ke bahan bakar gas, yang berakibat pada kelangkaan minyak tanah di sejumlah daerah.
"Kedua institusi itu harus saling berkoordinasi dalam menjalankan program ini, saya kira tidak salah-menyalahkan dalam masa transisi ini, " Kata Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro, sebelum Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi VII, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (9/7).
Menurutnya, sebagai pelaksana kewajiban pelayanan publik (public service obligation/PSO), Pertamina harus mengetahui simpul-simpul mana yang rawan penyalahgunaan. Dilain pihak, BPH Migas juga perlu memantau langsung ke lapangan.
"Saya sudah minta beberapa kali agar BPH Migas aktif dalam pengawasan BBM bersubsidi, " ujarnya.
Lebih lanjut Purnomo mengatakan, bagi masyarakat yang belum siap dengan program konversi ini, pemerintah akan tetap mengusahakan penambahan pasokan minyak tanah untuk mengurangi kelangkaan.
Sementara itu, Ketua Komisi VII DPR Agusman Effendi mengatakan, BPH Migas dan Departemen ESDM harus bertanggung jawab atas kelangkaan minyak tanah yang terjadi akibat program konversi minyak tanah ke bahan bakar gas.
Ia juga menyatakan, Pertamina sebagai badan usaha yang berfungsi sebagai pelaksana, mempunyai peranan mengawasi dan bertanggung jawab atas kelangkaan minyak tanah. (novel)