Selain itu, Jusuf Hamka memutuskan untuk menjadi mualaf karena adanya toleransi umat muslim kepadanya saat masih belum beragama Islam. Kala itu, ia masih tinggal di Pasar Baru. Ia memiliki rumah yang berhadapan langsung dengan masjid.
“Depan rumah saya masjid, toanya nyaris ke tempat kami. Waktu itu ibu saya sakit nyaris stroke. Saya kemudian berbicara ke pengurus masjid bilang, ‘Pak kyai, ibu saya sakit, ibu saya suka kebangun malam kalau denger suara adzan, boleh enggak bantu saya tolong deh tiga hari dikecilin volumenya sampai ibu saya sembuh, atau nanti saya cari saudaranya kami pindahin’,” ceritanya.
Mendengar permintaaan Jusuf Hamka yang kala itu masih bernama Alun, pengurus masjid mengabulkan permintaannya. Tak cuma tiga hari, pengurus masjid mengecilkan suara adzan selama tujuh hari hingga ibu Jusuf Hamka sembuh.
“Dia bilang, ‘Alun kamu enggak usah khawatir kita enggak pakai speaker luar, pakai speaker dalem aja. Kamu minta 3 hari saya kasih seminggu’. Akhirnya seminggu sampai, ibu saya enggak stroke. Dari situ saya liat toleransinya luar biasa. Ini salah satu yang buat saya masuk Islam,” ujar Jusuf Hamka.
Jusuf Hamka juga tidak pernah memaksa istri dan anak-anaknnya untuk mengikuti jejaknya menjadi mualaf. Ia membebaskan istri dan anak-anaknya memilih jalan kepercayaannya masing-masing.
Hingga akhirnya, istri dan anak-anaknya memilih untuk jadi Muslim seperti dirinya.
“Anak tiga tadinya semua non muslim, ikut istri. Sekarang slow but sure, mereka became a Muslim. Tidak pernah paksa, saya bebaskan,” jelasnya.
“Waktu istri saya belum Muslim, waktu bulan puasa dia yang masakin dan bangunkan saya untuk sahur. Waktu mau Natal, dia bilang, ‘Saya mau buat acara natal boleh ya? Tapi pakai rumah yang satu lagi’. Ya saya bilang, ‘Kamu sama temen kamu?’ Alhamdulillah sekarang dia sudah muslim,” pungkas Jusuf Hamka. (Suara)