Boediono Mengaku Tidak Dilobi Newmont Demi Kepentingan AS

Juru Bicara Wakil Presiden Yopie Hidayat mengatakan tidak pernah ada lobi dari Amerika Serikat (AS) agar pemerintah pusat membeli 7% sisa saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara.

"Informasi itu sangat salah, kami tidak pernah turut campur dalam putusan itu. Pak Boediono tidak pernah dilobi siapapun mengenai hal itu," kata Jopie, Jakarta, Senin.

Jopie mengatakan, langkah pemerintah pusat membeli 7% sisa saham divestasi tersebut tidak ada hubungannya dengan kepentingan AS, justru langkah tersebut untuk kepentingan nasional. "Keputusan Menteri Keuangan itu sudah benar karena Pemerintah Pusat bisa mengawasi dengan seksama secara mikro pelaksanaan prinsip-prinsip good corporate governance dalam pengelolaan Newmont di masa depan," katanya.

Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR RI Teguh Juwarno menengarai Amerika Serikat (AS) turut mengatur keputusan Pemerintah untuk membeli 7% sisa saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara.

Kepada wartawan di Jakarta, Minggu (8/5), Teguh mengatakan, Karen Brooks, seorang pelobi asal AS, telah ditugaskan untuk menekan Pemerintah Indonesia supaya mematuhi skenario AS.

Teguh mengatakan, menurut informasi yang diterimanya, Brooks melancarkan upaya lobi kepada sejumlah elite di Kementerian Keuangan serta institusi terkait lainnya.

Bahkan, Brooks ditengarai juga sudah merapat ke Istana Wakil Presiden demi mengamankan kepentingan Newmont di Indonesia. "Kabarnya, upaya lobi yang dilakukan Karen itu pun sampai kepada Wapres Boediono," katanya.

Teguh menegaskan, Brooks telah menekan Menteri Keuangan Agus Martowardoyo untuk mengambil alih bagian 7% saham Newmont senilai 246,8 juta dolar AS. "Dengan begitu menutup peluang bagi pemerintah daerah yang juga berhak atas saham divestasi pemilik konsesi tambang di area Batu Hijau, Provinsi Nusa Tenggara Barat," ujarnya

Temuan ICW

Sebelumnya juga Badan Kerja Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan potensi kerugian negara sebesar 297,7 juta dolar AS pada sektor penerimaan royalti oleh PT Newmont Nusa Tenggara (NNT). Namun pihak Newmont menyatakan nilai royalti yang dibayarnya sudah sesuai dengan aturan pemerintah.

Menurut Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas di Jakarta, Kamis kemarin, seharunya pemerintah mendapatkan royalti dari kegiatan tambang PT NNT di Batu Hijau sebesar 436,6 juta dolar AS untuk periode 2004 – 2010. Hitungan itu mengacu laporan keuangan Newmont, pemerintah pusat, dan laporan daerah bagi hasil (DBH).

Berdasarkan perhitungan ICW, dari realisasi penjualan kuantitas dan harga serta tarif untuk royalti tambang, dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2000 dan PP Nomor 45 tahun 2003, seharusnya yang diterima negara sebesar 436 juta dolar AS. Namun, dengan tidak mengacu pada kontrak karya PP Nomor 45 tahun 2003, royalti yang dibayarkan PT Newmont pada 2004 hingga 2010 hanya sebesar 138,8 juta dolar AS.

Dengan adanya selisih angka tersebut, terjadi kekurangan penerimaan negara dari royalti PT NNT selama periode 2004-2010 sebesar 297,7 juta dolar AS. Itu berdampak pada kerugian penerimaan pusat dari DBH Tambang NNT selama tahun 2004 sampai 2010 sebesar 59,5 juta dolar AS. (pz/dari berbagai sumber)