eramuslim.com – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD angkat bicara terkait marak Warga Negara Asing (WNA) bekerja ilegal di Bali. Mahfud mengatakan bahwa WNA yang bekerja ilegal atau pekerja asing nantinya akan diurus Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
“Nanti biar diurus, harus ditertibkan oleh Menaker (dan) sudah menerbitkannya. Kan sudah ada leading sektor kementeriannya,” kata Mahfud di Kuta, Bali, Jumat (10/3).
Mahfud mengatakan bahwa fenomena pekerja asing ilegal di Indonesia sudah sejak dulu. Bahkan hal itu diketahuinya sebelum menjabat menteri. Dia menegaskan pemerintah selalu menertibkan pekerja asing ilegal itu.
“Sejak dulu tahu, kan dulu juga sebelum (saya) menteri tahu, banyak begitu, dan saya tahu juga sudah selalu ditertibkan. Kan sama saja, kalau tenaga kerja asing masuk ke kita sekian puluh ribu orang yang kadang kala secara administratif belum teratur,” ujar dia.
PMI Ilegal
Mahfud mengungkapkan bahwa Pekerja Migran Indonesia (PMI) di luar negeri juga banyak. Bahkan PMI yang ilegal di luar negeri mencapai 3 juta lebih.
Mahfud menekankan PMI ilegal itu juga akan ditertibkan negara disinggahinya tersebut. Begitu juga pekerja asing ilegal di Indonesia yang akan ditertibkan secara administratif dan hukum.
“Tapi juga tenaga kerja asing dari Indonesia di pelbagai negara yang juga ilegal banyak. Jadi, kita itu harus saling memaklumi dan mengatur untuk ketertiban bersama. Tenaga ilegal kita di luar negeri lebih dari 3 juta dari pelbagai negara,” kata dia.
Bisnis Ilegal WN Rusia di Bali
Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Legian, Kuta, Bali, I Wayan Puspa Negara sebelumnya mengatakan warga negara asing (WNA) memang banyak melakukan bisnis atau bekerja ilegal di Pulau Dewata, dengan menyewakan vila kepada sesama warga asing.
Puspa Negara yang juga Ketua Aliansi Pelaku Pariwisata Marginal Bali, menyebutkan WNA di Bali banyak bekerja di sektor properti seperti vila, dan menyewakan kepada turis yang berlibur di Bali.
Model bisnis mereka disebut digital nomad atau pengembara digital. Istilah ini bisa diartikan para bule ini memantau perkembangan bisnis dari jarak jauh. Misal, seorang bule menyewa vila dari warga lokal Bali. Vila tersebut kemudian dipasarkan di online untuk disewakan lagi kepada turis asing.
“Itu sangat benar. Mereka ada di sektor properti, ada di marketing mereka banyak mengambil ruang karena mereka ke sini kan digital nomad. Jadi, dari digital nomad itu mereka mengembangkan usahanya. Sehingga, mereka melihat potensi (bisnis) mereka lakukan itu. Sekarang zaman digital, sehingga agak sulit kita pantau tapi mereka melakukan pemasaran secara digital,” kata Puspa saat dihubungi, Kamis (9/3).
Dia menerangkan, untuk modus WNA yang bekerja ilegal menurutnya sangat mudah dengan adanya teknologi. Yaitu, WNA menyewa vila di Bali lalu dipasarkan lewat online kepada turis dan tentu ada kerja sama dengan warga lokal.
“Kan gampang mereka lakukan. Mereka bisa sewa dulu dalam bentuk timshare (vila) mereka menyewa dulu. Kemudian mereka sewakan lagi. Mereka, bekerja sama dengan orang lokal atau pelaku usaha lainnya,” ujarnya.
Pola bisnis seperti ini, berimbas menciptakan kompetitor dan tekanan ekonomi bagi warga lokal yang berbisnis penyewaan vila.
“Jadi yang kena tekanan dan yang menjadi kompetitor adalah warga kita. Dan banyak warga kita tidak terlalu agresif dalam memanfaatkan teknologi, dan (tidak) memiliki jangkauan pemasaran yang luas,” ujarnya.
Fenomena Moscow Cabang Bali terus mendapat perhatian dari masyarakat luas. Salah satu yang viral adalah menjamurnya rental kendaraan dengan pelat motor dimodifikasi. Penasihat Perhimpunan Rental Motor (PRM) Bali, I Made Wira Atmaja berdalih warga lokal pemilik rental kendaraan tersebut tidak pernah dilakukan modifikasi pelat nomor.
Dia juga mengatakan, bahwa pemilik rental warga lokal tentu sangat dirugikan dengan maraknya WNA yang membuka jasa rental secara ilegal di Bali. Selain itu, mereka menyewakan harga sepeda motor kepada sesama warga asing dengan harga sangat murah.
“Jelas kami di sini merasa dirugikan dengan banyaknya oknum WNA (buka) rental yang berjamuran. Dan mereka memakai pemasaran di Telegram dan mereka membeli motor baru atau second dan menyewakan ke sesama warga negara asing,” sebutnya.
“Di sana juga, mereka mengacaukan harga dan memberikan harga yang sangat murah kepada WNA, atau mereka merentalkan motor tersebut ke orang asing atau sebangsanya mereka dengan harga jauh di bawah dari harga yang kami sepakati,” ungkapnya.